DPRD Sebut Pengakuan Ada Nota Fiktif di Disparbud Malang, Bisa Jadi Alat Bukti Pidana

KABUPATEN MALANG (Realita)- Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Malang, Zia Ulhaq menilai, pengakuan pejabat di Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Kabupaten Malang soal adanya nota fiktif dan mark up harga, bisa menjadi alat bukti hukum pidana. 

Hal itu disampaikan Zia saat diwawancarai media ini, terkait pendapat DPRD soal pengakuan adanya nota fiktif dan mark up harga di Disparbud Kabupaten Malang, yang tertuang di dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Kabupaten Malang tahun anggaran 2020.

Baca Juga: Keluhan Pemerintah Kecamatan Bojonegara terhadap Tingkat Pengangguran di Wilayah Industri

"Kalau itu dijadikan bukti awal sebenarnya bisa dengan pengakuan nota fiktif dan mark up. Seharusnya oleh penegak hukum itu bisa dijadikan sebagai bukti awal. Seharusnya bisa ke penyidikan kalau terjadi fiktif, dimanipulasi dan sebagainya," ungkap Zia melalui telepon Whats App selulernya, Senin (31/01). 

Karena, menurut Zia, kalau di dalam hukum pidana, alat bukti itu salah satunya adalah pengakuan, bukti secara tertulis dan saksi-saksi. 

"Lha apakah pengakuan yang bersangkutan yang tertuang di LHP BPK itu bisa dijadikan naik atau tidak dari hukum administrasi ke hukum pidana, itu tinggal APH mau nggak hasil temuan itu bisa dijadikan bukti permulaan naik ke pidana," ujarnya. 

"Ini pengakuan lho, pengakuannya tertulis lho di LHP BPK. Kan begitu," imbuh mantan Aktivis Malang Corruption Watch (MCW) itu. 

Politisi Partai Gerindra itu menilai, dugaan adanya nota fiktif dan mark up harga di Disparbud Kabupaten Malang itu merupakan kecerobohan dinas. 

"Menurut kami ini nggak boleh. Kayak unsur kesengajaan, membuat-buat kayak gitu kan nggak boleh," tegasnya. 

Baca Juga: Dugaan Mark Up Anggaran Jalan Paving di Mancilan Jombang, Jadi Rasan-rasan Warga

Lebih lanjut Zia mengatakan, sudah banyak bimbingan-bimbingan teknis kepada Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam membuat pelaporan penggunaan anggaran, agar tidak ada manipulatif. 

"Ketika unsur kesengajaan ini dilakukan, itu sudah memenuhi (unsur pidana). Kalau  APH mau menjadikan temuan BPK sebagai alat bukti permulaan untuk memproses berikutnya, sebenarnya tidak masalah," ucapnya. 

Selain itu ia menjelaskan, temuan BPK itu sifatnya administrasi. Biasanya ada rekomendasi selama 60 hari untuk mengembalikan kerugian keuangan negara atau daerah. Apabila berikutnya ada temuan lagi, kata Zia, maka ada unsur kesengajaan. 

"Tapi dari temuan BPK ini harus menjadi alarm. Ini loh ada temuan, berikutnya harus tidak ada temuan," jelas dia. 

Baca Juga: Prasasti Tak Jelas, Anggaran Jalan Paving dari Kemnaker di Desa Mancilan Jombang Disoal Warga

Sebelumnya, Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Lumbung Informasi Rakyat (LIRA) Malang Raya, M.Zuhdy Achmadi beberapa waktu lalu membeberkan pengakuan pegawai Disparbud Kabupaten Malang soal adanya nota fiktif dan mark up harga atas belanja barang dan jasa. 

Pengakuan tersebut, kata pria yang akrab disapa Didik itu, tertuang di Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Kabupaten Malang tahun anggaran (TA) 2020, yang menyebabkan indikasi kerugian keuangan daerah sebesar Rp 202.276.800,00.

Bahkan, Didik menilai, dengan adanya pengakuan tersebut, mens rea-nya sudah jelas. Sehingga pihaknya mendukung pihak aparat penegak hukum (APH) agar segera bertindak cepat untuk mengungkap permasalahan tersebut.mad

Editor : Redaksi

Berita Terbaru