Sidang Dugaan Korupsi TPQ Bojonegro, Johanes Dipa: Dakwaan Jaksa Tidak Cermat

SURABAYA (Realita)- Sidang lanjutan dugaan korupsi pemberian dana bantuan Covid-19 dengan terdakwa Shodikin, dakwaan jaksa tidak cermat. Hal itu terungkap dalam sidang dengan agenda saksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya, Kamis (3/2/2022).

Dihadapan majelis hakim yang diketuai Hakim Ketut Suarta, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Tarjono dari Kejaksaan Negeri Bojonegoro menghadirkan 6 saksi, namun yang diperiksa hanya 1 saksi lantaran salah satu hakim anggota sedang sakit.

Baca Juga: Sidang Korupsi Mantan Kepala BPBD, Kasi Intel Kejari Sidoarjo Disebut Meminta Aliran Dana

“Kita tunda minggu depan ya. Minggu depan kita sidang seminggu dua kali,” kata Hakim Ketut setelah memeriksa 1 saksi yakni Imam Mutaqin selaku Ketua Forum Komunikasi Pendidikan Quran (FKPQ) Kecamatan Baureno.

Usai persidangan itu, penasihat hukum terdakwa, Johanes Dipa Widjaja mengatakan, bahwa dakwaan jaksa tidak sesuai dengan fakta persidangan. Hal itu terbukti kalau di sana tidak ada kecamatan Larangan.

“Dari sini saja dakwaan jaksa sudah keliru,” katanya di Pengadilan Tipikor Surabaya.

Saksi juga tadi menjelaskan kalau di Kecamatan Baureno hanya 96 TPQ dan TPA yang menerima bantuan tersebut.

“Kalau didakwaan jaksa, malah 98 yang menerima. Kalau secara keseluruhan, di Kecamatan yang menerima itu 115. Di dakwaan tertulis 122,” tambahnya. 

Karena itu, ia menilai kalau dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) itu tidak cermat. Tidak sesuai dengan kenyataannya. Juga terkait uang Rp 1 juta yang menjadi pokok perkara itu. uang itu diterima dari lembaga. Bukan pungutan.

Uang itu digunakan untuk operasional. Pun semua saksi yang telah dihadirkan jaksa juga mengatakan uang itu untuk kebutuhan operasional. Itu juga bukan paksaan.

“Kalau gak ngasih ya tidak masalah. Tidak ada kewajiban. Juga, tidak ada sanksi bagi yang tidak memberikan,” tegasnya.

Dipetunjuk teknis (juknis) juga sudah diatur. Boleh menerima dari lembaga. Tapi, bukan dari dana bantuan covid-19 yang diberikan oleh Kementerian Agama (Kemenag).

“Diambil dari mana? Ya, terserah lembaga tersebut,” ucapnya.

Baca Juga: Tiga Mantan Primkop UPN Diadili Dalam Perkara Dugaan Korupsi, Penasihat Hukum: Dakwaan Kurang Tepat

Itu juga, beberapa lembaga ada yang tidak memberikan uang tersebut. “Di keterangan saksi tadi mengatakan, di kecamatannya, ada dua lembaga yang tidak memberikan uang. Tapi, mereka tidak mendapatkan saksi apapun. Uang tetap cair dan diberikan kepada mereka,” tambahnya.

Cilegon dalam

Imam juga menjelaskan kalau tidak ada satu pun lembaga yang merasa keberatan untuk memberikan uang tersebut. Malah, mereka merasa terbantu. “Dakwaan jaksa itu tidak benar. Karena, data-data yang diberikan berbeda dari fakta persidangan,” ungkapnya.

Menurut Johanes, dalam kasus tersebut, kuat dugaan ada muatan politik. Sebab, ada salah satu saksi yang mencabut keterangannya di BAP. Sebab, dalam penyidikan itu, ia merasa tertekan.

“Ada surat pernyataannya kalau saksi itu merasa tertekan,” ungkapnya lagi.

Bahkan, Johanes akan membuktikan dalam persidangan itu, beberapa dari saksi itu yang merasa tertekan saat penyidikan. Mereka takut. Karena, mereka mendapat ancaman.

“Kalau tidak mengikuti arahan mereka. Orang itu akan diproses juga,” bebernya.

Baca Juga: Cegah Korupsi, Ganjar Desak Bansos Dibagikan lewat Transfer Bank

Saksi Imam Mutaqin salah satunya. Dirinya membuat surat pernyataan kalau dirinya dipaksa. Dalam surat itu juga ditulis kalau ia harus mengembalikan uang Rp 1 juta itu. Padahal, itu uang pribadinya.

“Nanti, bukti ini kita sampaikan juga sebagai bukti dalam persidangan,” singkatnya.

Dari awal, Imam Mutaqin juga mengatakan kalau Shodikin sudah memberikan petunjuk teknis penggunaan. Serta larangan untuk menggunakan uang bantuan Covid-19 itu ke hal-hal lain. “Itu diakui lo dalam persidangan tadi,” katanya.

Sementara itu, JPU Tarjono sampai hari ini terus menolak untuk memberikan keterangan. Ia selalu melemparkan kepada pimpinan. “Saya tidak memiliki hak untuk berkomentar. silahkan langsung ke pimpinan saja,” katanya sambil meninggalkan awak media.

Kasus itu berawal dari anggaran program pemulihan ekonomi nasional yang dikucurkan pemerintah kepada TPQ melalui Ditjen Pendidikan Islam Kemenag untuk penanganan COVID-19, atas usulan dari FKPQ. Untuk Kabupaten Bojonegoro mendapatkan anggaran Rp14,260 miliar untuk 1.426 TPQ (sesuai usulan FKPQ) di 27 kecamatan. Dalam pelaksanaannya, hanya 1.322 TPQ yang menerima bantuan dana BOP, masing-masing lembaga mendapatkan Rp10 juta.

Dalam perkara ini Shodikin Ketua Forum Komunikasi Pendidikan Al-Quran (FKPQ) Bojonegoro dikenakan pasal Undang-Undang Tipikor Pasal 2A ayat 1 Subsidair Pasal 3 UU Tipikor Nomor 31 yang diperbarui dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 perubahan atas UU 31 Tahun 1999 Tentang Tindak Pidana Korupsi.ys

Editor : Redaksi

Berita Terbaru