Johan Darsono dan Suyono, Resmi Jadi Tersangka Korupsi LPEI

JAKARTA - Jampidsus Kejaksaan Agung (Kejagung ) menetapkan Johan Darsono (JD) dan Suyono (S) sebagai tersangka tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam kasus dugaan korupsi Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI). Johan Darsono ditetapkan sebagai tersangka melalui sprindik PRINT-01/F.2/Fd.2/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 dan Surat Penetapan Tersangka Nomor: TAP-01/F.2/Fd.2/02/2022 tanggal 10 Februari 2022; Kemudian Suyono berdasarkan Sprindik Nomor: PRINT-02/F.2/Fd.2/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 dan Surat Penetapan Tersangka Nomor: TAP-02/F.2/Fd.2/02/2022 tanggal 10 Februari 2022.

"Jampidsus menetapkan dua orang tersangka dalam perkara tindak pidana pencucian uang (TPPU)," kata Kapuspenkum Kejaksaan Agung Leonard Eben Ezer Simanjuntak, Kamis (10/2/2022).

Baca Juga: Kasus Korupsi Jalur Kereta Rp 1,3 Triliun, 6 Orang Jadi Tersangka

Leonard menjelaskan keduanya melalui perusahaan diduga melakukan pencucian uang hasil tindak pidana korupsi penyelenggaraan pembiayaan ekspor nasional Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) Tahun 2013-2019.

"Adapun dua orang tersangka tersebut ditetapkan berdasarkan laporan hasil perkembangan penyidikan dalam perkara penyelenggaraan pembiayaan ekspor nasional oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) Tahun 2013-2019,” katanya. 

Perbuatan tersangka disangka melanggar sebagaimana diatur dan diancam pidana yaitu Pasal 3 juncto Pasal 4 Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Diketahui, dalam kasus ini penyidik Jampidsus telah menetapkan tujuh orang tersangka, di antaranya adalah Johan Darsono (JD) dan Suyono (S).

Lima orang lainnya adalah Arif Setiawan selaku Direktur Pelaksana III LPEI periode 2016, Ferry Sjaifullah selaku Kepala Divisi Pembiayaan UKM 2015-2019, dan Josef Agus Susanta selaku Kepala Kantor Wilayah LPEI Surakarta tahun 2016.

Tersangka lainnya adalah PSNM merupakan mantan relationship manager LPEI tahun 2010- 2014 dan mantan pembiayaan UMKM 2014-2018, serta DSD yang merupakan mantan Kepala Divisi Analisa Risiko Bisnis LPEI yang menjabat sejak April 2015 sampai Januari 2019.

Dalam kasus tindak pidana korupsi dalam penyelenggaraan pembiayaan ekspor nasional oleh LPEI tahun 2013-2019 berdasarkan laporan LPEI 31 Desember 2019 memperlihatkan, LPEI mengalami kerugian tahun berjalan sebesar Rp4,7 triliun.

Baca Juga: Kejagung Disebut jadi Tumpuan Harapan di Tengah Problem Integritas Penegak Hukum

Dalam kasus ini, LPEI memberikan fasilitas pembiayaan kepada delapan grup yang terdiri dari 27 perusahaan. Namun, fasilitas itu diberikan tanpa melihat tata kelola perusahaan dan tidak sesuai dengan kebijakan perkreditan LPEI.

Lalu, tak sesuai dengan sistem informasi manajemen risiko. Perusahaan pertama yang mendapatkan pembiayaan dari LPEI yakni Grup Walet sebesar Rp576 miliar.

Grup Walet tersebut terdiri dari tiga perusahaan, yakni CV Mulia Wallet Indonesia yang memperoleh pembiayaan sebesar Rp90 miliar yang diambil alih oleh PT Mulia Walet Indonesia dengan jumlah pembiayaan Rp175 miliar.

Kemudian, PT Jasa Mulia Indonesia memperoleh pembiayaan Rp275 miliar, dan PT Borneo Walet Indonesia mendapat fasilitas pembiayaan Rp125 miliar. Selain Walet Group, perusahaan lainnya yang mendapat pembiayaan adalah Johan Darsono Grup yang terdiri atas 12 perusahaan.

Baca Juga: Ainur Rochmaini Resmi Dilantik Jadi Aspidmil Kejati DKI Jakarta

Perusahaan tersebut, yakni PT Kemilau Kemas Timur menerima fasilitas pembiayaan Rp200 miliar. CV Abhayagiri menerima fasilitas pembayaran Rp15 miliar, dan CV Multi Mandala menerima pembiayaan Rp15 miliar.

Lalu, CV Prima Garuda menerima pembiayaan sebesar Rp15 miliar, CV Inti Makmur menerima pembiayaan senilai Rp15 miliar, dan PT Permata Sinita Kemasindo sebesar Rp200 miliar. Selanjutnya, PT Summit Paper Indonesia juga menerima fasilitas pembiayaan sebesar Rp199,6 miliar. Masih pada Johan Darsono Group, ada PT Elite Paper Indonesia menerima fasilitas pembiayaan sebesar Rp200 miliar. PT Everbliss Packaging Indonesia menerima pembiayaan Rp200 miliar.

PT Mount Dreams Indonesia menerima fasilitas pembiayaan sebesar Rp645 miliar. Selain itu, PT Gunung Geliat menerima 30 juta dolar AS setara Rp345 miliar (kurs Rp11.500). PT Kertas Basuki Rahmat menerima pembiayaan 45 juta dolar AS atau setara Rp460 miliar (dengan kurs Rp11.500). Pemberian fasilitas kredit itu, lanjut dia, menyebabkan kerugian negara sekitar Rp2,6 triliun.

Nilai kerugian negara itu kemungkinan masih bisa bertambah. Sebab, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) masih melakukan perhitungan.hrd

Editor : Redaksi

Berita Terbaru