Webinar P3S: Hentikan Kegaduhan Terkait Usulan Penundaan Pemilu!

JAKARTA (Realita)- Hingga kini, isu penundaan pemilu terus bergulir di tengah publik dan ini menimbulkan pertanyaan besar terhadap kelompok-kelompok yang mengusulkannya.

Dinamika dan fenomena ini dibedah dan dibahas Political and Public Policy Studies (P3S) lewat webinar yang bertajuk: " Penundaan Pemilu : Cacat Demokrasi dan Ciderai Reformasi", Sabtu (5/03/2022).

Baca Juga: Turun Tangan, KPK Usut Dugaan Korupsi Honor Hakim Agung

Direktur Political Economy and Policy Studies  (PEP'S) Anthony Budiawan menyebut usulan penundaan pemilu, atau kudeta konstitusi, terus bergulir. TSM. Terstruktur, Sistematis, dan Masif. Alasan penundaan disiapkan secara meyakinkan. Melalui Lembaga survei dan think-tank Indonesia Laboratorium 2045 (Lab 45).

"Lembaga survei mengatakan 70 persen lebih rakyat Indonesia sangat puas dengan kinerja Jokowi. Kemudian Lab 45 mengatakan mesin big data mereka mernangkap isu masyarakat ingin masa jabatan presiden diperpanjang. Kemudian, tahap selanjutnya adalah sosialisasi. Ini tugas Bahlil, Menteri Investasi/ Kepala BPKM, dan Ketua Umum Partai Politik (parpol): PKB, PAN dan Golkar," ujarnya.

Lebih lanjut kata dia, usulan kudeta konstitusi mendapat penolakan luas dari masyarakat, termasuk parpol lain seperti PDIP, Nasdem, Demokrat, PKS dan Gerindra. Karena usulan penundaan pemilu melanggar konstitusi yang berlaku, melanggar kedaulatan rakyat. Dapat dicap sebagai pengkhianat kedaulatan rakyat.

Terkait ini paparnya, Presiden Jokowi, DPR/MPR dan Mahkamah Konstitusi harus bertindak tegas untuk menegakkan marwah konstitusi. Presiden harus memberhentikan Menteri yang terlibat kudeta konstitusi, DPR/MPR harus mencopot pejabat pengusul kudeta konstitusi, dan Mahkamah Konstutusi membekukan atau membubarkan Partai Politik yang terlibat kudeta Konstitusi, karena anti Pancasila dan anti UUD.

Dia pun menyebut baik atau tidak ada yang lebih baik, pemimpin di bangsa ini tak taat hukum dan konstitusi.

"Usulan demokrasi tapi pada dasarnya melawan konstitusi negara. Kalau soal usul penundaan Pemilu jangan dilempar ke masyarakat.  Perubahan konstitusi itu demi demokrasi bukan demi tirani. Soal 3-4 periode bukan untuk demokrasi. seorang negarawan menurutnya 100 persen rusak akan duduk lagi Presiden," jelas dia.

Secara gamblang Anthony menggambarkan ini adalah bagian kudeta konstitusi serta makar konstitusi dan proses ini sedang berjalan. Kudeta konstitusi sedang berlangsung; yakni dengan cara menunda pemilu, menunda keinginan rakyat dengan survei tak berdasar.

Di sisi lain, Pengamat Politik Kedai Kopi Henri Satrio yang kerap disapa Hensat menjelaskan untuk meredam polemik terkait penundaan pemilu yang lagi panas di tengah publik maka Jokowi harus mengumumkan Pemilu akan 14 Febuari 2024.

"Orkestrasi dekat dengan istana dan kekuasaan, pertama Bahlil dan ketua-ketua partai. Zulkifli Hasan menyebut hal ini kemauan pak Luhut dan menurut Luhut sendiri presiden sudah menyetujuinya. Saya kira Orkestrasi ini  dekat istana," kata dia 

Selanjurnya kata dia, penundaan pemilu masih bersayap, kita butuh statement yamg disampaikan Jokowi tentang jadwal Pemilu.

"Ini bagian memgkudeta KPU, dan trust atau kepercayaan publik terhadap pemerintah lagi rendah, apapun omogannya tak akan dipercaya. Soal statement tentang tanggal Pemilu, sebagai pemimpin saya ingatkan jangan merusak negara dengan ide-ide pemilu," ujarnya.

Baca Juga: Direktur P3S:  Pengangkatan 127 ASN di Minut Sudah Prosedural, Jangan Jadikan Komoditas Politik

Tapi, hal melegakan PDIP, Gerindra, Demokrat bahkan PKS satu gerbong saat ini dengan  PDIP. Pemerintah harus konsisten dengan, kalau perlu, Gibran  dan Bobby bersuara pemilu tak bisa ditunda.

Cilegon dalam

Sementara, Direktur Political and Public Policy Studies (P3S) Jerry Massie mengingatkan menunda pemilu adalah perbuatan menciderai reformasi dan sudah jelas ini cacat demokrasi.

"Saya kira ini bagian perampasan bahkan pemakzulan hak-hak sipil,  Saya bilang ini sistem sosialis, liberal dan progresif. Kalau di Amerika pemainnya adalah Senator Demokrat Bernie Sanders.

Ada 3 partai yang getol mendukung isu ini tapi dalam survei hanya 13 persen pemilih PAN mendukung ide ini, lebih parah lagi PKB yang mana 70 persen pemilihnya menolak penundaan pemilu dan Golkar 53 persen menolak.

"Saya kira Jokowi gagal dalam pemerintahannya kalau di Korea Selatan dan Jepang kalau gagal mereka mundur bahkan ada yang bunuh diri.  Mana mungkin mau dilanjutkan 2 sampai 3 tahun survei di medsos mayoritas responden menolak justru isu kelangkaan minyak goreng yang lebih besar. Lihat saja belum lama ini survei dari Indopol menujukan elektabilitas Jokowi hanya 5,28 persen berada di urutan keempat," kata Jerry.

Jadi saat ini tambahnya, pemerintah lebih tegas lagi menolak penundaan pemilu, stop bikin gaduh, sesuai kesepakatan bersama, Pemilu digelar Febuari 2024 dan isu penambahan masa  jabatan dan penundaan pemilu dikubur saja.

Baca Juga: Pemerintahan Prabowo Diminta Tak Pakai Jasa Buzzer dan Influencer

Analis Politik Universitas Indonesia Reza Haryadi mengingatkan, agenda gelap bisa saja dilakukan oleh partai politik yang mendorong wacana penundaan Pemilu 2024. Tujuannya untuk mengetahui reaksi publik terkait dengan ide tersebut.

"Bisa saja itu dilakukan untuk testing the water, menguji reaksi publik sekaligus mengkalkulasi sejauh mana peluang politik untuk merealisasikan wacana tersebut," katanya.

Jelas kata dia, wacana penundaan Pemilu 2024 hanya untuk mengakomodasi kepentingan parpol yang mendukung. Oleh karena itu, pemerintah diminta untuk berhati-hati kepada parpol yang mendukung dan mengusulkan wacana tersebut.

"Pemerintah sebaiknya berhati-hati agar tidak terjebak dalam polemik tersebut, tidak perlu merespons, serta tetap fokus pada agenda strategis pembangunan dan pemulihan situasi akibat pandemi," tandas Reza.  

Jerry Massie.Jerry Massie.

Di satu sisi urainya, jika wacana penundaan pemilu terus digulirkan parpol, maka akan mempengaruhi stabilitas politik dan demokrasi di Tanah Air. Apalagi, pada dasarnya penundaan pemilu itu tidak memiliki dasar hukum yang kuat.jr

Editor : Redaksi

Berita Terbaru