JAKARTA -- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengeluarkan hasil penyelidikan mereka atas Tragedi Kanjuruhan Malang, Jawa Timur, yang telah menewaskan setidaknya 135 orang.
Dalam rilis tersebut, Komnas HAM membeberkan temuan mereka bahwa aparat telah menembakkan setidaknya 45 tembakan gas air mata di dalam stadion pada malam tragedi itu.
Baca Juga: Tragedi Kanjuruhan Mengajarkan Keikhlasan bagi Rohmatul Ula
"Penggunaan gas air mata mengacu pada Peraturan Kapolri nomor 1 tahun 2009 tentang penggunaan kekuatan dalam tugas kepolisian Republik Indonesia. Penembakan gas air mata dilakukan tanpa koordinasi dengan Kapolres Malang dan atas diskresi dari masing-masing pasukan," ujar Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara membacakan hasil penyelidikan pihaknya dalam jumpa pers di kantornya, Jakarta, Rabu (2/11) siang.
Beka mengatakan aparat yang menembakkan gas air mata di dalam stadion itu merupakan unsur gabungan yakni dari pihak Brimob dan Personel Sabhara.
"Diperkirakan gas air mata ditembakkan pada peristiwa ini sebanyak 45 kali, 27 tembakan terlihat dalam video, kami kompilasi semua video yang ada, dan kemudian 18 lainnya terkonfirmasi terdengar [suara tembakan]. Jadi itu sebanyak 45 kali," demikian dibacakan Beka.
Beka mengatakan tembakan gas air mata diketahui mulai ditembak sekitar pukul 22.08.59 WIB. Dari detik tersebut hingga 22.09.08 WIB, pasukan Brimob 11 kali menembakkan gas air mata ke arah setel ban di selatan lapangan Stadion Kanjuruhan.
"Setiap tembakan berisi 1 sampai 5 amunisi gas air mata," kata Beka.
Kemudian, gas air mata kembali ditembakkan pada pukul 22.11.09 WIB hingga pukul 22.15 WIB.
"(Kurun waktu itu) Diperkirakan gas air mata ditembakkan 24 kali," kata Beka.
Beka mengatakan pihaknya juga melakukan cek ricek jumlah tembakan gas air mata dengan melihat kompilasi video serta kesaksian suara yang terdengar.
Sebagai informasi, Tragedi Kanjuruhan yang terjadi pada Sabtu (1/10) malam usai pertandingan lanjutan BRI Liga 1 antara Arema FC dan Persebaya Surabaya.
Malam tragedi itu yang menewaskan setidaknya 135 orang dan melukai ratusan korban lainnya itu terjadi ketika suporter berdesak-desakan hendak keluar karena panik menghindari tembakan gas air mata aparat.
Gas air mata itu ditembakkan aparat ke arah tribun setelah terjadi kericuhan di dalam lapangan.
Baca Juga: Lupakan Tragedi Kanjuruhan, Ayah Almarhum Reyvano Pilih Fokus Perekonomian Keluarga
Sekitar sepekan setelah kejadian, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dalam jumpa pers di Malang mengatakan aparat menembakkan 11 gas air mata di Stadion Kanjuruhan.
"Ke tribun selatan kurang lebih 7 tembakan, ke tribun utara 1 tembakan, dan ke lapangan 3 tembakan," kata Listyo kala itu.
Pernyataan Listyo itu pun dipertegas jajarannya sehari kemudian.
"Dari labfor dan inafis yang laksanakan olah TKP, saat ini fakta hukum yang ditemukan seperti itu (11 tembakan gas air mata)," kata Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo, Jumat (7/10).
Dedi mengklaim temuan itu berdasarkan hasil pendalaman terhadap 32 kamera CCTV yang ada di Stadion Kanjuruhan. Proses pendalaman juga masih terus dilakukan. Terlebih, Dedi menyebut ada dua kejadian di dua lokasi berbeda saat peristiwa itu terjadi, yakni di dalam dan luar stadion.
Selain itu, Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) Tragedi Kanjuruhan bentukan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang dipimpin Menko Polhukam Mahfud MD menemukan tembakan gas air mata ke arah tribun itu menjadi cikal terjadinya malam tragedi itu.
Baca Juga: Keluarga Korban Tragedi Kanjuruhan Asal Blitar Ikhlas dan Percaya pada Putusan Hakim
"Yang mati dan cacat serta sekarang kritis dipastikan setelah terjadi desak-desakan setelah gas air mata yang disemprotkan," ujar Mahfud usai menyerahkan laporan TGIPF ke Jokowi pada 14 Oktober lalu.
"Adapun peringkat keterbahayaan racun dari gas itu sedang diperiksa oleh BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional)," tambahnya.
Meskipun demikian, dia menegaskan apapun hasil temuan BRIN itu tak akan mengurangi kesimpulan tim yang terdiri dari tokoh-tokoh lintas sektor itu.
Sementara itu, penyidikan kepolisian yang dilakukan Polda Jatim telah menetapkan enam tersangka yang terdiri atas tiga sipil dan tiga polisi.
Tersangka dari pihak sipil adalah Direktur Utama PT LIB Ahkmad Hadian Lukita, Ketua Panpel Arema FC Abdul Haris, dan Security Officer Suko Sutrisno. Ketiganya dikenakan Pasal 359 KUHP dan atau Pasal 360 KUHP dan atau Pasal 130 ayat 1 Jo Pasal 52 UU Nomor 11 Tahun 2022.
Kemudian tiga tersangka lain dari kepolisian adalah yaitu Kabag Ops Polres Malang Kompol Wahyu Setyo Pranoto, Kasat Samapta Polres Malang AKP Bambang Sidik Achmadi, serta Komandan Kompi Brimob Polda Jawa Timur AKP Hasdarman. Mereka dikenakan dengan Pasal 359 KUHP dan atau Pasal 360 KUHP.
Editor : Redaksi