Aksi 411 Tuntut Jokowi Mundur, Ini Alasannya

JAKARTA -Gerakan Nasional Pembela Rakyat (GNPR) yang turut digawangi oleh Eks Imam Besar FPI Habib Rizieq Shihab dkk menggelar demonstrasi yang disebutnya Aksi 411 untuk menuntut Presiden Joko Widodo (Jokowi) mundur.

Salah satu alasan yang disebut oleh kelompok ini adalah karena Jokowi dianggap sombong dengan segala kekuasaannya. GNPR juga menilai kalau Jokowi memaksakan beragam proyek pembangunan yang membuat Indonesia menambah utang negara.

Baca Juga: Hutang Indonesia Capai Rp 8.144 Triliun, Pakar: Bayi yang Baru Lahir Sudah Nanggung Utang Rp 30 Juta

"Tidak rendah hati malah sombong dalam menjalankan kekuasaan dengan memaksakan berbagai proyek mercusuar yang malah menambah beban utang negara," demikian yang disampaikan GNPR melalui keterangan persnya, Sabtu (5/11/2022).

Selain itu, Jokowi dianggap tidak jujur dan sering berbohong, tidak amanah malah khianat terhadap NKRI dan rakyat.

Mantan Gubernur Jakarta itu juga dinilai tidak sportif dengan selalu memperalat polisi dan aparat negara untuk menindas dan mengancam serta memenjarakan pihak yang berseberangan pendapat dengannya.

Lalu, Jokowi dianggap tidak melayani rakyat tapi malah menindas rakyat dan tidak berjiwa besar,karena dikritik malah memenjarakan yang mengkritik padahal beberapa kali menyatakan minta dikritik.

"Tidak memiliki keteladanan karena menjadi boneka oligarki," ucapnya.

Baca Juga: Dugaan Kecurangan Pemilu, Jokowi: Bawa ke Bawaslu dan MK

Lebih lanjut, GNPR menilai kalau Jokowi sudah tidak mampu melakukan tugas konstitusionalnya untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dengan fakta-fakta lain, yakni:

a. Kasus-kasus kematian yang tidak dilakukan proses secara adil dan transparan seperti kasus KM 50, kasus ust Maher dan kasus tragedi Bawaslu dan lain lain. Menurut GNPR itu cenderung tidak melindungi HAM malah menginjak-injak HAM dan manipulatif.

b. Begitu banyak nyawa yang ditumpahkan karena kelalaian atau perbuatan aparat yang secara langsung di bawah kontrol kepresidenan seperti Kasus Bawaslu, KM 50 dan terakhir kasus Josua dan kasus Kanjuruhan yang menewaskan lebih dari 130 orang.

Baca Juga: Utang Rp 8000 Triliun, Pemerintah Indonesia Harus Nyicil Rp 500 T per Tahun

c. Banyak aktivis dan tokoh agama yang ditangkap dengan alasan yang dicari-cari yang dianggap kritis atau berseberangan dengan penguasa seperti kasus HRS, Hb Bahar, Jumhur Hidayat, Anton Permana, Gus Nur, Bambang Tri. Hukum dijadikan sebagai alat instrumen untuk memenjarakan tokoh yang kritis.

d. Membiarkan rakyat Indonesia terpecah belah dalam kelompok yg sering disebut cebong vs kadrun bahkan diduga kuat presiden Jokowi menjadi bagian dari keterpecahan tersebut dengan memelihara buzzer dan relawan.

"Padahal Jokowi presiden Indonesia bukan presiden buzzer melainkan Presiden Rakyat Indonesia," terangnya.war

Editor : Redaksi

Berita Terbaru