Tiga Petinggi Demokrat Jatim Sudah Digeledah KPK, Termasuk Ketua dan Bendahara

SURABAYA (Realita) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melakukan pengeledahan sejumlah ruang kerja dan rumah para pejabat Pemprov Jatim serta pimpinan serta anggota DPRD Jatim terkait kasus danah hibah.

Jika melihat fakta penggeledahan dari KPK yang disampaikan Kabag Pemberitaan Ali Fikri, dapat diketahui bahwa ada tiga orang dari Demokrat Jatim yang ruang kerjanya atau rumahnya digeledah KPK. Yakni, ruang kerja Wagub Jatim sekaligus Ketua DPD Partai Demokrat Jatim Emil Elestianto Dardak pada Rabu (21/12/2022) petang.

Baca Juga: Ahli Bahasa Madura Menerjemahkan Percakapan Sahat Dalam Kasus Suap Dana Hibah

Kemudian, Wakil Ketua DPRD Jatim dari Fraksi Demokrat, Achmad Iskandar di Pucang Sewu, Kecamatan Gubeng, Kota Surabaya pada Selasa (17/1/2023) dan Rabu (18/1/2023). Lalu, rumah politisi Demokrat yang digeledah pada Kamis (19/1/2023) adalah rumah Ketua Komisi D DPRD Jatim, dr Agung Mulyono. Agung sendiri adalah Bendahara DPD Partai Demokrat Jatim.

Sedangkan, dari PDIP adalah Kusnadi yang merupakan Ketua DPRD Jatim sekaligus Ketua DPD PDIP Jatim. Rumah dan kantor swasta milik Kusnadi digeledah pada Selasa (17/1/2023) dan Rabu (18/1/2023) bersamaan dengan penggeledahan Wakil Ketua DPRD Jatim Anik Maslachah dari PKB yang beralamat di Sukodono, Kecamatan Sukodono, Kabupaten Sidoarjo. Kemudian, juga rumah Wakil Ketua DPRD Jatim Anwar Sadad dari Partai Gerindra.

Informasi yang diperoleh dari internal, KPK dipastikan telah mengirimkan surat pemanggilan untuk delapan orang di DPRD Jatim. Mereka diminta menghadap penyidik KPK di Surabaya untuk menjalani pemeriksaan pada Rabu (25/1/2023).

Delapan orang itu terdiri empat orang unsur pimpinan DPRD Jatim (Kusnadi, Anwar Sadad, Anik Maslachah dan Ahmad Iskandar), Kasubbag Risalah dan Rapat Sekretariat DPRD Jatim Afif dan tiga orang staf orang pimpinan dewan.

"Surat telah dikirimkan oleh KPK. Sekitar minggu depan. KPK pinjam tempat di Surabaya," kata sumber internal, Jumat (20/1/2023).

Jika meminjam tempat di Surabaya, dugaan kuat KPK akan melakukan pemeriksaan di Polda Jatim, Polrestabes Surabaya atau Kantor BPKP Jatim.

Diberitakan sebelumnya, Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak mengungkapkan, pihaknya menduga Wakil Ketua DPRD Jawa Timur (Jatim) Sahat Tua P Simandjuntak (STPS) menerima ijon mencapai Rp 5 miliar.

Uang tersebut diberikan sebagai imbalan kepada Sahat yang membantu dan memperlancar pengusulan pemberian dana hibah.

Johanis memaparkan, untuk Tahun Anggaran 2020 dan Tahun Anggaran 2021 dalam APBD Pemerintah Provinsi Jawa Timur merealisasikan dana belanja hibah dengan jumlah seluruhnya sekitar Rp 7,8 triliun kepada badan, lembaga, organisasi masyarakat yang ada di Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Distribusi penyalurannya antara lain melalui kelompok masyarakat (Pokmas) untuk proyek infrastruktur hingga sampai tingkat pedesaan.

"Terkait pengusulan dana belanja hibah tersebut merupakan penyampaian aspirasi dan usulan dari para anggota DPRD Provinsi Jawa Timur yang satu di antaranya Tersangka STPS," kata Johanis dalam konferensi pers, Jumat (16/12/2022) dini hari.

Baca Juga: Jadi Saksi Sidang Sahat, Gus Fawait dan Renny Pramana Banyak Jawab Tak Tahu

Menurutnya, Sahat yang menjabat anggota DPRD sekaligus Wakil Ketua DPRD Provinsi Jawa Timur periode 2019-2024 menawarkan diri untuk membantu dan memperlancar pengusulan pemberian dana hibah tersebut dengan adanya kesepakatan pemberian sejumlah uang sebagai uang muka (ijon).

Adapun yang bersedia untuk menerima tawaran tersebut yaitu tersangka Abdul Hamid (AH) selaku Kepala Desa Jelgung, Kecamatan Robatal, Kabupaten Sampang sekaligus Koordinator Pokmas (Kelompok Masyarakat).

KPK menduga ada kesepakatan antara tersangka Sahat dengan tersangka Abdul Hamid setelah adanya pembayaran komitmen fee ijon, maka tersangka Sahat juga mendapatkan bagian 20 persen dari nilai penyaluran dana hibah yang akan disalurkan. Sedangkan Tersangka Abdul Hamid mendapatkan bagian 10 persen.

Johanis juga mengungkapkan, besaran nilai dana hibah yang diterima Pokmas yang penyalurannya difasilitasi oleh Sahat dan juga dikoordinir oleh Tersangka Abdul Hamid selaku koordinator Pokmas yaitu, tahun 2021 telah disalurkan sebesar Rp 40 miliar dan tahun 2022 telah disalurkan sebesar Rp 40 miliar.

Kemudian, agar alokasi dana hibah untuk tahun 2023 dan tahun 2024 bisa kembali diperoleh Pokmas, tersangka Abdul Hamid kemudian kembali menghubungi tersangka Sahat dengan bersepakat untuk menyerahkan sejumlah uang sebagai ijon sebesar Rp 2 miliar.

"Mengenai realisasi uang ijon tersebut dilakukan pada Rabu (14/12/2022) dimana Tersangka AH melakukan penarikan tunai sebesar Rp 1 miliar dalam pecahan mata uang rupiah di salah satu Bank di Sampang. Dan, kemudian menyerahkannya pada Tersangka IW (Ilham Wahyudi, Koordinator lapangan Pokmas, red) untuk dibawa ke Surabaya," ujar Johanis.

Baca Juga: Banyak Dana Hibah Pokir Mengucur di Luar Dapil, Anggota Dewan Ngaku Tidak Tahu

Selanjutnya, tersangka Ilham menyerahkan uang Rp 1 miliar tersebut pada Tersangka Rusdi (RS) yang merupakan Staf Ahli Sahat sebagai orang kepercayaan tersangka Sahat di salah satu mall di Surabaya.

Setelah uang diterima, lanjut Johanis, Sahat memerintahkan tersangka Rusdi segera menukarkan uang Rp 1 miliar tersebut di salah satu money changer dalam bentuk pecahan mata uang SGD dan USD.

Johanis juga membeberkan, tersangka Rusdi kemudian menyerahkan uang tersebut pada tersangka Sahat di salah satu ruangan yang ada di gedung DPRD Provinsi Jawa Timur.

Sedangkan, sisa Rp 1 miliar yang dijanjikan Tersangka Abdul Hamid akan diberikan pada Jumat, 16 Desember 2022.

"Diduga dari pengurusan alokasi dana hibah untuk Pokmas, Tersangka STPS

telah menerima uang sekitar Rp 5 miliar. Berikutnya Tim Penyidik masih akan terus melakukan penelusuran dan pengembangan terkait jumlah uang dan penggunaannya yang diterima tersangka STPS," tegas Johanis.ali

Editor : Redaksi

Berita Terbaru