Walhi: Eskpor Pasir Laut Rusak Lingkungan Dalam Jangka Panjang

JAKARTA-Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menilai kebijakan Presiden Jokowi mengizinkan ekspor pasir laut melalui terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi Laut kurang tepat.

Manager Kampanye Pesisir dan Laut Walhi, Parid Ridwanuddin, mengatakan keuntungan dari ekspor pasir laut ke kas negara kecil dan hanya jangka pendek. Menurutnya, penambangan pasir laut ini justru menyebabkan kerusakan lingkungan yang membahayakan untuk keberlangsungan ekosistem dan masyarakat di pesisir.

Baca Juga: Terungkap Fakta Baru, 20 Ha Laut Gersik Putih Terbit SPPT

"Jadi, keuntungan ekonominya itu sangat jangka pendek, tapi kerusakannya panjang. bahkan lebih panjang dari yang dibayangkan pemerintah. Nah ini kan belum keluar hasil turunan dari PP ini, katanya akan menyusul hasil per kilogramnya," kata Parid saat dihubungi, Jumat (2/6).

"Tapi kalau belajar dari dua dekade lalu, itu mengerikan sangat murah sekali. Kalaupun dimahalin misalnya, itu keuntungan ekonominya lebih sedikit dibanding kerusakan yang dihasilkan," tambahnya.

Parid menyebut kebijakan tersebut akan menimbulkan banyaknya pulau-pulau yang tenggelam karena aktivitas penambangan yang dilakukan terus-menerus. Sejumlah wilayah yang terdampak adalah Kepulauan Riau, Kepulauan Seribu, Maluku, NTT hingga NTB.

ADVERTISEMENT

 

"Nah ini, yang sangat berbahaya dan rentan itu ada di daerah-daerah kepulauan sebenarnya. jadi kepulauan riau, kemudian Kepulauan Seribu di DKI, Maluku, NTT, NTB. Bukan cuma daerah kepulauan ya, daerah pesisir itu juga terancam," ujar Parid.

 

Lebih lanjut, Parid menganggap kebijakan tersebut akan menguntungkan sejumlah negara, seperti Singapura dan China. Sebab, kata Parid, kedua negara tersebut saat ini sedang menggarap sejumlah proyek reklamasi, sehingga memerlukan pasokan pasir dalam jumlah besar.

"Yang jelas secara geografis itu kan dua, satu tentu Singapura. Singapura kan sudah dari lama kan dia diuntungkan dengan longgarnya ekspor lingkungan kita itu. China itu kan sedang membangun pulau-pulau buatan di laut China selatan untuk memperkuat dominasi militernya. Karena mereka mengeklaim itu wilayah mereka kan," tutur Parid.

Baca Juga: Warga Gersik Putih Pasang Maklumat Kiai di Lokasi Reklamasi

ADVERTISEMENT

Cilegon dalam

 

Menteri KP Sebut Izin Ekspor Pasir Laut Tak Jual Negara

Menteri Kelautan dan Perikanan (Menteri KP) menekankan alasan penerbitan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi Laut bukanlah untuk pemenuhan kebutuhan permintaan Singapura.

Trenggono mengungkapkan bahwa beleid tersebut dibentuk untuk memperjelas regulasi penggunaan hasil sedimentasi untuk reklamasi, bukan untuk menjual negara. Sebab, permintaan reklamasi di Indonesia sangat tinggi.

Baca Juga: Tolak Reklamasi Laut Gresik Putih, Kiai NU dan Ribuan Masyarakat Sumenep Istighasah

"Ya kami enggak jual negara lah. Di Surabaya ada permintaan reklamasi, IKN ada, ambil pasir dari mana? Pindah pulau? Ya boleh pakai sedimentasi ini makanya ada aturan ini," kata Trenggono saat ditemui di Kantor KKP, Rabu (31/5).

Trenggono mengatakan, pemanfaatan hasil sedimentasi laut dapat dilakukan jika proses pelapukan dan erosi yang terdistribusi oleh dinamika oseanografi dan terendapkan. Pasir tersebut nantinya yang akan digunakan guna mencegah terjadinya ekosistem dan pelayaran.

Pengelolaan hasil sedimentasi laut tersebut dapat dilaksanakan jika tim kajian yang terdiri dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), dan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) telah melakukan pengujian lokasi dan besaran volume sedimentasi.

"Untuk ekspor, kalau itu hasil sedimentasi dan tim kajian bilang itu sedimentasi, ya, boleh aja selama mereka mau membeli mahal," kata Trenggono.

Trenggono mengatakan, potensi sedimentasi di Indonesia saat ini mencapai 23 miliar kubik per tahun. Jumlah tersebut nantinya akan diprioritaskan untuk kebutuhan reklamasi di dalam negeri.ran

Editor : Redaksi

Berita Terbaru