Skandal Nikel Ilegal Rugikan Negara Rp 3,7 Triliun di Sultra

JAKARTA (Realita) -  Windu Aji Sutanto, pemilik PT. Lawu Agung Mining, tersangka kasus tambang nikel  illegal Blok Mandiodo Sutra punya pesaing baru. Habis Windu terbitlah Johnson.

Kendati  Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI)  hanya menyebutkan inisial JY dalam  melaporkan  PT. PKS, perusahaan tambang nikel  di Kab. Konawe Utara, Prov. Sulawesi Tenggara yang merambah hutan tanpa IPPKH dalam penambangan nikel illegal yang merugikan negara sedikitnya Rp. 3,7 Triliun, namun publik tidak sulit memahami bahwa sosok itu adalah Johnson Yaoptonaga, seorang pesohor muda Jakarta yang dikenal sebagai Mr. Untouchable  menjadi mitra AT dalam dugaan kejahatan ini. Dan inisial AT adalah Anton Timbang, Ketua Kadin Sulawesi Tenggara. Keduanya adalah pemegang saham PT. PKS, berdasarkan Akte No. 27 PT. Putra Kendari Sejahtera yang diterbitkan Notaris  Mulyani, SH, M.Kn di  Kab. Karawang tanggal 27 Januari 2021.

Baca Juga: Pererat Tali Silaturahmi, MAKI Buka Puasa Bersama Jurnalis di Town Square Surabaya

”Kerugian negara dalam kasus ini diperkirakan melebihi nilai korupsi penambangan nikel illegal PT. Antam di  Blok Mandiodo oleh Windu Aji Sutanto dan kawan-kawan. Karena pelaku  memiliki 10 Iup OP perusahaan tambang nikel, yang memperolehnya tidak melalui mekanisme lelang. Melainkan lewat putusan PTUN. Selain diduga memalsukan IUP dan mencaplok tambang milik orang lain. Antara lain PT. MD, PT. TMS, PT. BMC, PT. TMC, PT. IBM, PT. ALK, PT. MPIP, PT. TB, PT. KAA. “Ironisnya seluruh Iup “tikus” ini termasuk yang diduga palsu tersebut, teregristasi di Modi Ditjen ESDM, dan mendapatkan RKAB, “ ujar Boyamin Saiman, SH, Koordinator MAKI kepada wartawan di Jakarta (21/09) usai menyampaikan laporan ke Menteri LHK untuk dugaan pidana kehutanan. MAKI menyampaikan pula laporan  kasus ini ke Kejagung, lantaran terdapat dugaan pidana korupsi dan/atau TPPU.

Sejak tahun 2020 hingga kini, PT. PKS melakukan penambangan nikel di Kawasan Hutan Produksi tanpa memiliki Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH), berdasarkan jumlah RKAB Tahun 2021, 2022, 2023 minimal sebanyak 5.500.000 metic ton. Hal ini terkonfirmasi berdasarkan surat yang ditandatangani Ir. Roosi Tjandrakirana, MSE, Direktur Planologi Dirjen Planologi Kehutanan dan Tata Ruang Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, tertanggal 29 Agustus 2023, yang ditujukan kepada Direktur Utama PT. PKS yang pada pokoknya  menolak Permohonan Persetujuan Penggunaan Kawasan  Hutan.

Menurut Boyamin Saiman, selain melakukan dugaan pidana kehutanan, pemilik PT. PKS, AT dan JY  diketahui menjual dokumen RKAB tahun 2022 sebanyak 385.692.183 metric ton atau 47 tongkang untuk kepentingan pemasaran nikel  PT. D Group senilai Rp. 270 milyar. Hal ini  terbukti dari Jetty/Pelabuhan yang digunakan yakni Jetty/Pelabuhan D Group yang jaraknya sejauh 60 km dari konsesi PT. PKS yang tidak memiliki akses jalan hauling. Berdasarkan data penjualan di Ditjen Minerba, dengan memakai Iup OP PT. MD, AT menjual dokumen RKAB Tahun 2022 untuk kepentingan pemasaran nikel PT. T  dan CV UB sebanyak 349.130.58 metric ton atau 43 tongkang senilai Rp. 248 milyar. “Perbuatan ini melanggar Peraturan Menteri ESDM RI No. 07 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, Pasal 66 huruf b. Pemegang IUP dilarang menjual hasil penambangan yang bukan dari hasil penambangan sendiri” ujar Boyamin.

Secara terang dan kasat mata PT. PKS dan PT. MD melakukan penambangan nikel Illegal dengan merambah kawasan hutan produksi, yang merugikan negara triliunan rupiah. “Hal ini  diperparah dengan sikap Ditjen Minerba yang malahan mendorong terjadinya kerugian negara, dengan memberikan persetujuan RKAB” ujarnya.

Baca Juga: MAKI Nilai Pembangunan PBC Hingga Pondok Lansia di Madiun Sudah Tepat

Berdasarkan temuan MAKI ini, AT, JY dan kawan-kawan  dikualifisir telah melanggar Pasal 78 ayat (2) Jo Pasal 50 ayat (3) huruf a  Undang-Undang  RI Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan sebagaimana telah diubah dalam paragraph 4 Pasal 36 Angka 19 pasal 78 ayat (2) dan ayat (11) Jo. Pasal 36 Angka 17 Pasal 50 Ayat (2) huruf a Undang-Undang RI Nomor 11 tahun 2020 tentang cipta kerja Jo. Paragraf 4 Pasal 36 Angka 19 pasal 78 ayat (3) dan ayat (11) Jo. Pasal 36 angka 17 Pasal 50 ayat (2) huruf a Undang-Undang RI Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan  Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang jo TPPU, yang merugikan negara sedikitnya Rp. 3,7 Triliun.                                          

MEMAKAI IUP OP YANG DIDUGA PALSU

Iup OP dengan Kode Wilayah: KW 07. STP 082, yang terletak di Desa Waturambaha, Kec. Lasolo Kepulauan, Kab. Konawe Utara, Prov. Sulawesi Tenggara, seluas 218 hektar, yang berlaku hingga tahun 2031 sejatinya milik PT. Sultra Jembatan Mas, berdasarkan Keputusan Bupati Konawe Utara, Drs. H. Aswad Sulaiman. P, M.SI, Nomor: 291/Tahun 2011  tanggal 27 Juli 2011. Pada tanggal 12 Oktober 2011, melalui surat No: 108/SJM/X/2011,  Michael Eduard Rumendong selaku Direktur   PT. Sultra Jembatan Mas yang diduga palsu, menyampaikan Permohonan kepada Bupati Konawe,  Drs. H. Aswad Sulaiman  yang pada pokoknya “mengajukan Perubahan Nama Perusahaan, Direksi dan Komisaris PT. Sultra Jembatan Mas menjadi  PT. PKS. Padahal PT. PKS sendiri baru didirikan pada tahun 2017, berdasarkan Akte Nomor 86 yang diterbitkan Notaris  Rayan Riadi, SH, M.Kn di Kota Kendari tertanggal  26 Nopember 2017, dan mendapat Pengesahan dari Dirjen AHU tanggal 23 Januari 2018, sesuai Nomor SK: AHU-0003074.AH.01.01. Tahun 2018.

Baca Juga: Jatim Trade Halal Festival 2024, Semarak Belanja dan Hiburan Menjelang Ramadhan

Pada tanggal 18 Oktober 2011, melalui surat yang diduga palsu, yakni Nomor : 540/484/2011, Bupati Konawe Utara,     Drs. H. Aswad Sulaiman  diduga menyalahgunakan wewenang dengan menyetujui perubahan nama perusahaan yang semula    PT. Sultra Jembatan Mas menjadi PT. PKS, dengan susunan Direksi yang semula Direktur Utamanya Michael Eduard Rumendong menjadi AT. Berdasarkan surat-surat  yang diduga palsu tersebut, AT selaku Direktur Utama PT. PKS, mengurus penerbitan Pertimbangan Teknis oleh Dinas Pertambangan Provinsi Sulawesi Tenggara   yang selanjutnya dipakai sebagai syarat administrative perubahan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi PT. Sultra Jembatan Mas kepada  PT. PKS oleh Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Sulawesi Tenggara.

Mantan Bupati Konawe Utara,   Drs. H. Aswad Sulaiman sendiri sudah ditetapkan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai tersangka, dengan dipersangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Peralihan IUP OP dari atas nama PT. Sultra Jembatan Mas menjadi PT. PKS, selain diduga palsu, juga melanggar  UU No. 04 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara Pasal 93: “Pemegang IUP dan IUPK tidak boleh memindahkan IUP dan IUPK-nya kepada pihak lain”. Peraturan lai yang dilanggar adalah Permen ESDM RI No. 42 Tahun 2017 Pasal 23 jo Permen No. 48 Tahun 2017 Pasal 14 s/d 16 jo Kepmen ESDM No. 1798K/30/MEM/2018 jo  Undang-Undang No. 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara  Pasal 93A jo Peraturan Pemerintah No. 96 Tahun 2021 Pasal 13  jo Kepmen ESDM RI No. 78.K/NB.01/MEM.B/2022. hrd

Editor : Redaksi

Berita Terbaru