JAKARTA (Realita)- Sepasangan suami istri, Pit dan Dji mengajukan permohonan uji materiil terhadap ganja untuk medis ke Mahkamah Konstitusi (MK). Hal itu didasari untuk pengobatan anaknya yang bernama Mitha berusia 33 tahun sedang menderita sakit cerebral palsy.
Singgih Tomi Gumilang salah satu tim kuasa hukum pemohon dari kantor advokat SITOMGUM Law Firm dalam rilisnya mengatakan, permohonan uji materiil terhadap Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1976 tentang Pengesahan Konvensi Tunggal Narkotika 1961 Beserta Protokol yang Mengubahnya.
Baca Juga: Tolak RUU Pilkada, Ratusan Mahasiswa Kepung DPRD Ponorogo
"Kami mengajukan permohonan tersebut pada hari Selasa 2 Januari 2024 dan mendapat nomor register online: 5/PAN.ONLINE/2024, serta secara luring melalui kepaniteraan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia pada hari Rabu 3 Januari 2024 dan mendapatkan tanda terima nomor: 2144-0/PAN.MK/I/2024"kata Singgih, Jum'at (5/1/2024).
Dalam permohonannya, lanjut Singgih klienya berpendapat, bahwa ketentuan dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1976 sepanjang kalimat ‘protokol yang mengubah konvensi tunggal narkotika 1961’ turut menghalangi penggunaan ganja medis sebagai hak konstitusional warga negara Indonesia, sehingga Mahkamah Konstitusi harus menyatakan kalimat ‘protokol yang mengubah konvensi tunggal narkotika 1961’ bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat,.
"Sepanjang tidak dimaknai sebagai 'protokol yang mengubah konvensi tunggal narkotika 1961, hingga protokol sesi ke- 63, termasuk di dalamnya dokumen Commission on Narcotic Drugs Sixty-third session Vienna, 2–6 March 2020, yang menggunakan simbol dokumen: E/CN.7/2020/CRP.9'. Sebagai batu uji, kami tim kuasa hukum para pemohon dari SITOMGUM Law Firm mempertentangkan kalimat ‘protokol yang mengubah konvensi tunggal narkotika 1961’ dengan Pasal 28C ayat (1) UUD 1945 yang menjamin hak konstitusional setiap orang atas pemenuhan kebutuhan dasarnya dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia"terang Singgih.
Baca Juga: Jangan Lengah, DPR Bisa Saja Sahkan UU Pilkada Tengah Malam Nanti
Singgih juga menjelaskan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 yang menjamin hak konstitusional setiap orang atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian Informasi Ganja Medis hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.
Sementara, Pasal 28H ayat (1)UUD 1945 yang menjamin hak konstitusional setiap orang untuk hidup sejahtera lahir dan batin, serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Pasal 28H ayat (2) UUD1945 yang menjamin hak konstitusional setiap orang untuk mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan.
"Ibu Pit dan bapak Dji beralasan bahwa ganja medis secara terang benderang patut diduga kuat dapat membantu mengurangi gejala utama cerebral palsy yang dialami oleh Mitha, seperti tremor dan kejang minor harian. Mereka juga berpendapat bahwa ganja medis patut diduga kuat telah terbukti aman dan efektif untuk terapi dan/atau pengobatan cerebral palsy di berbagai negara di dunia"kata Singgih.
Baca Juga: Pengunjuk Rasa Sukses Robohkan Gerbang Depan dan Belakang DPR RI
Sementara, orang tua dari Mifta berharap Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonannya agar anaknya mendapatkan haknya untuk memperoleh manfaat ganja medis. Dan meminta partisipasi dari seluruh warga Indonesia yang senasib mengalami sakit cerebral palsy.
"Kami berharap MK mengabulkan permohonan kami untuk seluruhnya, sehingga Mitha segera mendapatkan haknya untuk memperoleh manfaat ganja medis,”harapanya.ys
Editor : Redaksi