Soroti Kasus Perkosaan Kakek dan Ayah Kandung, Toni Fisher: Mana Pemerintah dan Dewan?

LAMSEL (Realita)- Bergulirnya kasus dugaan pencabulan anak di bawah umur yang korbannya adalah anak perempuan berusia 15 tahun menjadi perhatian publik khususnya Toni Fisher Direktur LPHPA Lampung (Lembaga Pemerhati Hak Perempuan Dan Anak Lampung) dirinya mengatakan bahwa dalam kasus yang menimpa AS (15) harus menjadi perhatian serius bagi semua stake holder baik Pemerintah Daerah, Hakim, Jaksa dan Kepolisian.

"Secara tegas dan berkali-kali saya diberbagai kesempatan dan media, agar para APH terutama Jaksa dan Hakim untuk segera menerapkan hukuman kebiri, seumur hidup, bahkan mati bagi para pelaku kekerasan seksual terhadap anak, apalagi ini pelaku terlapor adalah ayah kandung dan kakek kandung," ujar Toni kepada Realita.co, Sabtu (13/4/2024).

Baca Juga: Oknum Honorer Damkar Jaktim yang Cabuli Anak Kandung, Resmi Tersangka

Menurut Toni, orang yang seharusnya menjadi pelindung utama pada AS (korban) malah melakukan perbuatan bejad, aturan hukumnya sudah ada yaitu Undang-Undang Perlindungan Anak No 16 Tahun 2017 yang merupakan perubahan kedua dari UU perlindungan anak nomor 23 tahun 2002, bahkan dalam pelaksanaan penerapannya sudah pula terbit PP Nomor 70 Tahun 2020 tentang tata cara penerapan hukum-hukum kebiri.

"Semoga dalam kasus ini, membuka mata Jaksa dan Hakim terkait kasus yang di alami oleh ananda AS," ucapnya.

Sebelumnya Tim Opsnal Unit Reskrim Polsek Natar jajaran Polres Lampung Selatan meringkus AR (69) bersama SM (45) terduga pelaku pemerkosaan di rumahnya tanpa perlawanan dengan barang bukti pakaian korban, sarung tersangka, sprei, sarung bantal dan pedang.

Toni Fisher menjelaskan, pelayanan lanjutan dan komprehensif bagi korban kekerasan seksual, ini juga masih menjadi perhatian khusus dan harus juga di evaluasi oleh semua pihak, karena ini adalah tanggung jawab negara, pemerintah daerah provinsi, kabupaten dan kota. Selain ditegaskan dalam Undang-Undang Perlindungan anak, sudah pula di atur melalui Peraturan presiden nomor 25 tahun 2021 tentang pelaksanaan Kabupaten/ Kota layak anak, jelas dijabarkan dalam kluster lima "Perlindungan khusus bagi anak korban kekerasan seksual oleh Pemerintah Daerah".

"Hanya, kehadiran UPTD PPA yang ada di Provinsi, Kabupaten/Kota memang belum terlalu banyak diketahui masyarakat sebagai tempat melapor serta memperoleh pendampingan baik psikologis dan hukum. Namun kalau bicara layanan lanjutan, hal ini masih jadi perhatian karena belum maksimal," ungkapnya.

Baca Juga: Ngaku Khilaf tapi Berkali-kali, Ayah Paksa Putri Kandung Lakukan "Hand Job"

Disinggung peran serta keseriusan pemerintah baik tingkat Provinsi, Kabupaten/Kota bahkan para anggota legislatif dalam menanggapi kasus-kasus yang menimpa anak dan perempuan di wilayah Provinsi Lampung.

"Iya harus dan sudah saatnya kita semua mempertanyakan, keseriusan pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota, yang termasuk di dalamnya adalah DPRD, gak pernah juga dengar ada anggota dewan bersuara," bebernya.

Masih penjelasan Toni, semua sangat berharap untuk serius dalam perlindungan anak dan perempuan, buktikan dengan banyaknya anggaran dan program, termasuk program penguatan peran masyarakat dan kelompok sehingga kualitas perlindungan "Anak dan Perempuan di Lampung Sangat Baik".

Baca Juga: Kasus Dugaan Pencabulan Satu Keluarga di Madiun, Polisi Belum Tetapkan Tersangka

Sebelumnya Kompol Hendra Saputra selaku Kapolsek Natar mengatakan, pihaknya sedang melakukan penyelidikan untuk melengkapi bukti-bukti.

"Nanti kalau sudah selesai penyelidikan dikabarin, biar penyidik melengkapi bukti-buktinya dulu bang," ujar Hendra melalui keterangan tertulisnya.tom

Editor : Redaksi

Berita Terbaru