JAKARTA- Presiden terpilih Prabowo Subianto butuh sekitar 1000 triliun dana untuk menjalankan roda pemerintahannya pada 2025 mendatang.
Kebutuhan tersebut selain untuk menutupi utang jatuh tempo yang harus dibayar senilai Rp 800,33 triliun, juga defisit anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2025 yang berpotensi mencapai Rp 600 triliun lebih.
Baca Juga: Jelang Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden Besok, Gedung DPR/MPR di Sisir TNI-Polri
Chief Economist Bank Syariah Indonesia (BSI) Banjaran Surya Indrastomo, dikutip Selasa (16/07/2024) mengatakan, tahun depan (2025) itu ada kebutuhan likuiditas sekitar seribuan triliun.
"Jadi pemerintah berikutnya (Praboowo) perlu mencari sumber pendanaan baru untuk program-program yang mau didorong," ucap Banjaran Surya Indrastomo.
Karena itu, Banjaran mengatakan persoalan ini harus dipastikan pemerintahan Prabowo bagaimana cara untuk memperoleh dananya, agar bisa memastikan sentimen positif pelaku pasar keuangan terhadap kesinambungan fiskal dalam menjaga perekonomian domestik.
"Jadi sustainabilitas dari fiskal, terutama fiskal prudent dan fiskal disiplin, ini butuh kepastian. Apakah memang kita akan mengambil jalan yang berbeda, misalnya dengan menaikkan defisit, atau kita mungkin mencari sumber pendanaan baru yang mungkin belum kita explor lebih lanjut," tutur Banjaran.
Baca Juga: Terlihat Kompak, Gibran Jemput Prabowo di Bandara Solo
Meski begitu, Banjaran menilai, untuk menopang perolehan dana terhadap berbagai kebutuhan itu, pada tahun depan sebetulnya bakal tersedia opsi cukup banyak. Sebab, tren suku bunga acuan global berpotensi kembali rendah.
Ditopang oleh peluang turunnya suku bunga acuan bank sentral AS The Federal Reserve atau The Fed mulai September atau akhir tahun ini dari yang kini di kisaran 5,25%-5,50%.
"Instrumennya bisa di fixed income, bisa di equity market. Year to date kita untuk fixed income ini yang paling berat karena aksi jualnya luar biasa. Equity market, somehow appetite investor masih ada," ucap Banjaran.
Baca Juga: Soal Pemilihan Menteri, Prabowo Diminta Mencontoh Soeharto, Bukan Jokowi
"Kita tertolong sebetulnya untuk devisa itu dengan adanya SRBI yang sudah dari awal tahun sudah sekitar 150 triliunan uang asing itu masuk ke Indonesia. Tapi bottom line-nya adalah, di tengah misalnya keberlangsungan leadership yang baru, pasar ini butuh kepastian sebetulnya kebijakan seperti apa yang akan diambil," tegasnya.
Ucapan Banjaran ini senada dengan apa yang disampaikan Koordinator Analis Laboratorium Indonesia 2045 atau LAB 45 Reyhan Noor. Ia mengatakan, opsi yang paling realistis bagi Prabowo untuk menuntaskan pembayaran utang jatuh tempo di tengah beban defisit adalah dengan refinancing atau gali lubang tutup lubang.
"Opsi paling realistis adalah melakukan refinancing," kata Reyhan, Senin (15/7/2024).go
Editor : Redaksi