JAKARTA (Realita) - Tim penyidik pidana khusus Kejaksaan Agung (Kejagung) diminta mengusut perkara dugaan korupsi PT Asabri secara komprehensif dan jeli, Terutama dalam menutup jumlah kerugian negara dengan menyita sejumlah aset yang diduga hasil korupsi.
Sebelumnya, penyidik Kejagung kembali menetapkan empat tersangka baru. Mereka adalah tersangka baru korupsi Asabri, yakni Teddy tjokro adik Benny Tjokro, mantan Direktur Ortos Holding, Edward Seky Soerjadjaya; mantan Komisaris Utama PT Sinergi Millenium Sekuritas, Bety, dan Komisaris PT Sekawan Inti Pratama, Rennier Abdul Rachman Latief .
Baca Juga: Dugaan Korupsi BKKD Bojonegoro Sengaja Tak Lakukan Lelang, Kades Ngaku Takut Camat
Tim penyidik pun gencar memburu sejumlah aset milik tersangka ini guna menutupi jumlah kerugian negara dalam kasus Asabri yang jumlahnya mencapai Rp22 triliun lebih.
Sementara itu, sejumlah mitra tersangka lain yang juga diduga turut menjadi aktor dan merupakan pemilik saham yang turut bertransaksi secara langsung ke Asabri hingga saat ini belum tersentuh secara hukum.
Padahal saham mereka sampai hari ini masih bertengger di Asabri, bahkan melebihi batas ketentuan kepemilikan saham yaitu diatas 5%. Dan diduga kuat mereka ikut menikmati hasil korupsi PT Asabri.
"Kalau mau komprehensif angkat saja perbuatannya. Siapa saja yang terlibat libas saja semuanya dong," ungkap Pakar hukum pidana Universitas Islam Indonesia (UII), Prof. Muzakir saat dihubungi, di Jakarta, Rabu (06/10/2021).
Karena itu, para pihak yang diduga memiliki keterkaitan dan keterlibatan dengan perkara Asabri harus diperiksa. Sehingga dengan keterangan saksi tersebut akan terang perbuatan melanggar hukumnya.
"Itu semua mesti diperiksa dengan tujuan untuk memastikan apakah terperiksa adalah pelaku atau bukan," ujar Muzakir menambahkan.
Dikatakannya, jika penyidik di gedung bundar berkesimpulan terperiksa diduga bukan pelaku kejahatan, tentu saja asetnya tidak bisa disita.
Jika penyidik telah melakukan pemeriksaan kepada para semua saksi kata Muzakir, baru mereka melakukan proses penyitaan aset. Dan penyitaan ada dua. Pertama adalah aset merupakan hasil dari tindak pidana dan kedua aset bukan dari tindak pidana.
"Jika aset hasil tindak pidana disita demi untuk pembuktian tindak pidana. Dan kalau aset bukan hasil tindak pidana untuk kepentingan pemulihan kerugian keuangan negara," tandas Muzakir.
Baca Juga: Dugaan Korupsi, Kepala BPKAD Pemkab Bojonegoro Sebut Tanggung Jawab Kepala Desa
Dalam kasus Asabri ini, diketahui penyidik telah menyita sejumlah aset milik terdakwa Benny Tjokrosaputro , yang menurut pengacaranya di beberapa media melebihi nilai kerugian yang dia tanggung. Bahkan tak berhenti disini, adiknya Teddy Tjokro pun juga telah ditetapkan sebagai tersangka yang aset- asetnya jelas telah ikut disita.
Sebaliknya, terhadap penanganan terdakwa Heru Hidayat, penyidik hingga saat ini belum melakukan penyitaan yang memadai . Bahkan dua mitranya, yakni AP (selaku partner pada kepemilikan saham FIRE, IIKP, TRAM, SMRU) dan AR (selaku partner & juga pemilik saham FIRE) tak pernah dilakukan pemeriksaan.
Padahal mereka sebagai mitra Heru diduga sangat penting untuk dilakukan pemeriksaan dalam upaya penyidik mengejar sejumlah aset penggantian kerugian negara atas kasus Asabri. kepemilikan saham oleh Asabri atas saham saham mereka tercatat telah melampaui batas ketentuan diatas 5%. Seperti pada kepemilikan saham FIRE (23,6%), PCAR(25,14%), IIKP (12,32%), dan SMRU (8,11%).
"Menurut saya sebuah keganjilan. Nanti publik mengira-ngira ada tebang pilih atau bagaimana. Ada satu pihak diperiksa tapi satu pihak cenderung aman," kata Direktur Eksekutif Indonesia Justice Watch Akbar Hidayatullah yang dihubungi media secara terpisah.
Akbar mendorong Kejagung, agar siapapun yang diduga ada kaitan dengan kasus Asabri harus dipanggil dan diperiksa. Kejaksaan harus bersikap adil pada semua pihak.
Apalagi diduga ada keganjilan. Kedua mitra Heru ini masing masing pernah dalam satu hari dapat menjual saham FIRE senilai ratusan milyar rupiah dengan harga diatas Rp 5000 per- lembarnya atau diatas 10 kali lipat harga IPO.
Baca Juga: Tanggapi Pleidoi Bentjok, Kejagung Diminta Tidak Tebang Pilih
"Betul harus diperiksa. Jangan sampai satu sisi ada yang merasa aman tapi ada yang dikejar-kejar. Apalagi dalam hal yang tidak wajar, semua yang tidak wajar harus dipanggil dan diperiksa. Tidak boleh tebang pilih," tegas Akbar.
Sementara itu, Direktur Penyidikan Kejagung Supardi menyatakan, timnya masih bekerja keras dengan memeriksa sejumlah saksi untuk menemukan para aktor dalam kasus mega skandal korupsi ini.
Bahkan Supardi, Direktur Penyidikan memastikan tak gentar sedikit pun untuk menyeret siapapun yang terlibat.
"Kita tunggu progres penyidikan berikutnya. Punya hubungan dengan siapupun, yang penting ada alat bukti pendukungnya, pasti kita dalami," kata Dirdik yang ditemui terpisah.
Supardi juga memastikan bekerja profesional dan transparan dalam mengusut kasus Asabri ini. Dia menegaskan akan menyeret pihak manapun yang diduga terlibat dalam kasus yang rugikan negara hingga Rp22,7 triliun.hrd
Editor : Redaksi