Taliban Memohon ke China Cairkan Dana

WASHINGTON - Taliban meminta anggota Kongres Amerika Serikat (AS) untuk mencairkan aset Afghanistan yang dibekukan setelah pengambilalihan negara itu. Taliban memperingatkan gejolak ekonomi di dalam negeri dapat menyebabkan masalah di luar negeri.

Dalam sebuah surat terbuka, Menteri Luar Negeri Taliban Amir Khan Muttaqi mengatakan tantangan terbesar yang dihadapi Afghanistan adalah ketidakamanan keuangan, dan akar dari kekhawatiran ini mengarah kembali ke pembekuan aset rakyat Afghanistan oleh pemerintah AS.

Baca Juga: Peralatan Militer AS Senilai Rp 102 Triliun, Ditinggal di Afghanistan

 

Washington telah menyita hampir USD9,5 miliar aset milik bank sentral Afghanistan, dan ekonomi negara itu yang bergantung pada bantuan telah runtuh secara efektif dengan pegawai negeri tidak digaji selama berbulan-bulan dan keuangan tidak mampu membayar impor.

Negara-negara yang peduli telah menjanjikan bantuan ratusan juta dolar, tetapi enggan memberikan dana kecuali jika Taliban menyetujui pemerintah yang lebih inklusif dan untuk menjamin hak-hak perempuan dan minoritas.

Baca Juga: Demo Tuntut Keseteraan Gender, Wajah Para Wanita Afghanistan Disemprot Merica

“Saya menyampaikan pujian kami kepada Anda dan ingin berbagi beberapa pemikiran tentang hubungan bilateral kami,” tulis Muttaqi, mencatat bahwa 2021 adalah seratus tahun Washington mengakui kedaulatan Afghanistan.

Cilegon dalam

"Seperti negara-negara dunia lain, hubungan bilateral kita juga mengalami pasang surut," imbuhnya seperti dikutip dari Daily Mail, Rabu (17/11/2021).

Baca Juga: Takut Omicron, Thailand dan Srilanka Larang Orang Asing Masuk

Muttaqi mengatakan Afghanistan menikmati pemerintahan yang stabil untuk pertama kalinya dalam lebih dari 40 tahun, periode yang dimulai dengan invasi oleh Uni Soviet pada 1979 dan berakhir dengan penarikan pasukan AS terakhir pada 31 Agustus.

Dari tahun 1996 hingga 2001, Taliban memerintah Afghanistan dengan tangan besi, secara brutal melanggar hak asasi manusia atas nama hukum Islam, memicu kekhawatiran akan terjadinya kembali pelanggaran yang sama oleh kelompok tersebut.sin

Editor : Redaksi

Berita Terbaru