JAKARTA (Realita) - Kuasa hukum terdakwa Budi Hartono Linardi (BHL), Abidin menilai surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) keliru mendakwa BHL lantaran telah merugikan keuangan negara sebesar Rp1 triliun lebih dan kerugian perekonomian negara sebesar Rp22 triliun lebih.
Hal itu disampaikan Abidin seusai sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta dalam menanggapi dakwaan JPU terhadap terdakwa BHL yang didakwa telah melakukan tindak pidana korupsi impor baja, besi dan turunannya.
Baca Juga: Dugaan Korupsi Impor Baja, Komisi III Peringati Kejagung Jangan Tebang Pilih
Menurut keterangan Abidin, karena yang membeli besi atau baja, baja paduan dan produk turunannya kemudian yang melakukan pembayaran PIB/PPN/PPH dan bea masuk adalah oleh keenam perusahaan importir.
"Dimana ke enam perusahaan importir tersebut semuanya adalah perusahaan swasta, dengan demikian nampak jelas tidak ada kerugian negara atau perekonomian negara dari perbuatan terdakwa," ungkap Abidin di Jakarta, Kamis (10/11).
Selain itu terkait kedudukan antara Pasal 5 Undang-Undang Tipikor, si penerima tidak pernah didakwa dengan Pasal 5 ayat (2) karena Ira Chandra telah meninggal dunia pada tanggal 21 Februari 2018 maka tidak ada yang menerapkan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Tipikor, mustahil ada pemberi suap tanpa ada yang menerima suap, karena suap itu baru terjadi kalau ada pemberi dan ada penerima.
Baca Juga: Kasus Impor Besi dan Baja, Veri Aggrijono Belum Ditetapkan Tersangka
Selanjutnya ia menuturkan, dakwaan Penuntut Umum yang hanya menarik terdakwa BHL, Taufiq, Ira Chandra (meninggal dunia), dan Tahan Banurea tanpa menarik Direktur Impor pada Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag yang menandatangani Surat Penjelasan sebagai dasar dapat dilakukannya impor besi atau baja dari tahun 2016 sampai tahun 2021.
"Dan tidak ditariknya PT. Perwira Adhitama Sejati, PT. Bangun Era Sejahtera, PT. Duta Sari Sejahtera, PT. Intisumber Baja Sakti, PT. Prasasti Metal Utama dan PT. Jaya Arya Kemuning sebagai yang menyuruh melakukan atau melakukan atau turut serta melakukan dalam perkara ini mengakibatkan penerapan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana dalam dakwaannya menjadi kabur," jelasnya.
Dia mempertanyakan mengapa perusahaan itu tidak dilibatkan dalam perkara (BHL). Apakah sebagai tersangka atau terdakwa? "Tidak ada dilibatkan. Hanya Budi, Tahan dan Taufiq," ujarnya.
Baca Juga: Kejagung Siap Telusuri Dugaan Korupsi Skandal Impor Emas Senilai Rp 47,1 Triliun
Kepada wartawan Abidin juga mempertanyakan mengapa jaksa penyidik pidana khusus Kejaksaan Agung tidak menetapkan Veri Anggijono sebagai tersangka.
Veri Anggriyono, Plt Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag diduga terlibat kasus tersebut, mengingat Veri Anggriyono sebagai pihak yang menyetuji kebijakan impor besi dan baja dari negeri China yang berujung korupsi.hrd
Editor : Redaksi