Selamatkan Buruh Dari Bahaya Narkotika, Berikut Penjelasan Anang Iskandar

JAKARTA (Realita)- Kebijakan hukum dalam menanggulangi penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika secara non pidana adalah mencegah, melindungi, menyelamatkan penyalah guna narkotika, sedangkan secara pidana adalah memberantas peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika; dan menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial bagi penyalah guna dan pecandu.

"Artinya kebijakan hukum dalam menanggulangi masalah narkotika dilakukan secara pararel dan balance terhadap penyalah gunanya direhabilitasi, terhadap pengedarnya dipidana," ujar Dr Anang Iskandar, SIK, SH, MH ahli Hukum Narkotika kepada Realita.co, Senin 1 Mei 2023.

Baca Juga: Pelaku Jaringan Sabu dan Ganja Skala Besar Dibekuk Satnarkoba Polresto Jakut

Masih kata Anang, orang yang pernah menjabat sebagai orang nomor satu di BNN (Badan Narkotika Nasional) Republik Indonesia ini, mengatakan, bahwa buruh sebagai komponen penting dari masyarakat harus dicegah, dilindungi dan diselamatkan dari bahaya narkotika yang mengintai mereka setiap saat.

"Agar tidak menjadi korban penyalahgunaan narkotika dan berkarier sebagai penyalah guna narkotika, maka mereka harus dibekali tentang pengetahuan narkotika secara benar agar dapat menghindar dari bujuk rayu dan tipuan serta paksaan dari orang yang mengajak para buruh untuk mengkonsumsi narkotika kali pertama," jelasnya.

 

Anang Iskandar saat ini sedang menjadi tenaga pengajar tentang Hukum Narkotika disalah satu Universitas negeri dan swasta di Jakarta. Menjelaskan, pada saat kali pertama mengkonsumsi narkotika itulah, mereka secara hukum disebut korban penyalahgunaan narkotika, dimana saat itu terjadi intoxifikasi "racun" yang menyebabkan sakit ketergantungan narkotika, kali selanjutnya mereka akan berkarier sebagai penyalah guna nakotika yang diancam hukuman penjara.

Para buruh yang menjadi korban penyalah gunaan narkotika kemudian berkarier sebagai penyalah guna narkotika harus mendapatkan perlindungan dari aparat penegak hukum bila berurusan dengan hukum dan mereka harus diselamatkan dari kematian dan dampak buruk lainnya akibat penyalahgunaan narkotika.

"UU No 35 tahun 2009 tentang narkotika mengatur penanggulangan masalah narkotika secara pidana dan non pidana, dimana penanggulangan secara non pidana lebih efektif dan efisien dibanding secara pidana," terang Anang.

Pertama, secara non pidana

Terhadap penyalah guna diwajibkan melakukan wajib lapor pecandu dengan cara segera lapor ke IPWL yaitu rumah sakit atau lembaga rehabilitasi yang ditunjuk untuk menyelenggarakan rehabilitasi agar sembuh dan pulih seperti sedia kala (pasal 55 UU no 35/2009 yo pasal 13 PP 25/2011).

Karena UU yang mewajibkan penyalah guna dan negara sendiri berkepentingan agar penyalah guna sembuh atau pulih seperti sedia kala maka biaya rehabilitasi ditanggung oleh negara.

Penyalah guna dengan status diancam pidana namun bila melaksanakan wajib lapor ke IPWL otomatis status pidananya gugur, berubah menjadi tidak dituntut pidana (pasal 128/2). Maknanya bila penyalah guna tertangkap oleh penyidik karena relapse atau kambuh maka penyalah guna tersebut tidak dapat dituntut dipengadilan sebagai pelaku kejahatan.

Penyalah guna dengan status tidak dituntut pidana bila tertangkap penyidik maka penyidik wajib mengembalikan ke tempat rehabilitasi dimana mereka dirawat untuk mendapatkan perawatan ulang.

Baca Juga: Pasca Penetapan UMK 2024, DPD RTMM SPSI Jatim Siap Jaga Kondusifitas Pemilu Mendatang

Dengan status tidak dituntut pidana, bila penyalah guna kambuh atau relapse atau menggunakan narkotika lagi maka biaya rehabilitasi menjadi tanggung jawab keluarga atau penyalah guna sendiri.

Itu kenapa penanggulangan penyalahgunaan narkotika menafikan memenjarakan penyalah guna narkotika.

Kedua, secara pidana terhadap penyalahguna narkotika

Proses peradilannya dilakukan secara khusus yaitu proses peradilan rehabilitasi dimana penyalah guna narkotika dalam proses peradilannya tidak dilakukan penahanan dan hukumannya berupa hukuman menjalani rehabilitasi.

Dalam memeriksa perkara penyalahgunaan narkotika bagi diri sendiri (pasal 127/1)  hakim wajib UU (pasal 127/2) memperhatikan taraf kecanduaan berdasarkan keterangan ahli (pasal 54), status pidana penyalah guna (pasal 55 yo 128/2) dan penggunaan kewenangan khusus hakim untuk menjatuhkan atau menetapkan hukuman menjalani rehabilitasi (pasal 103/1).

Rehabilitasi adalah bentuk hukuman penganti bagi penyalah guna yang sifatnya wajib, dimana masa menjalani rehabilitasi diperhitungkan sebagai masa menjalani hukuman (pasal 103).

Baca Juga: Kejari Tanjung Perak Musnahkan Barang Bukti dari 218 Perkara Inkracht

Tempat menjalani hukuman atas keputusan atau penetapan hakim dilaksanakan dirumah sakit atau lembaga rehabilitasi yang ditunjuk (pasal 56).

Terhadap pengedar narkotika

Proses peradilannya menggunakan sistem peradilan pidana dengan bentuk hukuman pidana, meskipun diancam pidana mati namun secara khusus ditentukan berupa hukuman badan atau pengekangan kebebasan atau hukuman penjara (pasal 36 UU no 8/1976).

Bentuk hukuman lain bagi pengedar narkotika adalah perampasan aset hasil kejahatan narkotika dengan pembuktian terbalik di pengadilan (pasal 98 UU No 35/2009)

"Itulah kenapa saya selaku Dosen Pengajar dan Ahli Hukum Narkotika serta ditunjuk disalah satu Partai Politik sebagai Ketua Badan Penanggulangan Narkotik, Korupsi dan Terorisme untuk mengajak para buruh yang nota bene adalah generasi muda untuk melek hukum narkotika yang berlaku di indonesia agar terhindar dari masalah narkotika.

"Selamat Hari Buruh, 1 Mei 2023. Salam anti penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika, bersama partai perindo kita cegah, kita lindungi dan kita selamatkan selamatkan bangsa indonesia dari penyalahgunaan narkotika dan kita berantas peredarannya," imbuhnya.tom

Editor : Redaksi

Berita Terbaru