Webinar P3S

TBC Bunuh 1,2 Juta Orang per Tahun, Tak Semuanya Bergejala Muntah Darah

JAKARTA (Realita)- Political and Policy Public Studies (P3S) menyelenggarakan sebuah webinar dengan topik “Langkah Preventif Pemerintah terhadap penyakit TBC di Indonesia”, Senin (5/6/2023).  Acara ini makin menarik karena dipandu  Ricardo Marbun sebagai host dan   Anggie dari Indonesia Parlemen bertugas sebagai moderator.

Sebagai Direktur  (P3S) yang menyelenggarakan webinar hari ini, Jerry Masie, PhD, mengungkapkan terima kasih khususnya kepada Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI), narasumber, rekan-rekan media, semua pihak sehingga kegiatan bisa terlaksana. P3S ingin memberikan sumbangan pemikiran terutama dalam mencegah TBC, sehingga perlu melaksanakan kegiatan hari ini.

Baca Juga: Puan Capres Potensial, Siapa yang Pantas Jadi Wakilnya?

Jerry Masie menyebutkan bahwa TBC di Indonesia merupakan salah satu isu utama berdasarkan data TBC tahun 2020. Data tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar kasus TBC (67%) terjadi pada kelompok usia produktif, yaitu usia 15-54 tahun. Sementara itu, sekitar 9% kasus TBC terjadi pada anak-anak di bawah usia 15 tahun.

Jerry Masie juga mengutip laporan WHO Global TB Report tahun 2020 yang mengungkapkan bahwa ada sekitar 10 juta orang di seluruh dunia yang menderita TBC, dan penyakit ini menyebabkan sekitar 1,2 juta orang meninggal setiap tahun. Sayangnya, Indonesia termasuk dalam daftar negara dengan beban TBC tertinggi di dunia, menduduki peringkat kedua setelah India, diikuti oleh China yang berada di peringkat ketiga.

Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kemenkes RI, Dr. dr. Maxi Rein Rondonuwu, DHSM, MARS, menular langsung dari manusia ke manusia.  Penyakit yang bisa disembuhkan. Golongan manapun bisa terkena TBC.  namun bisa disembuhkan dengan komitmen 6 bulan bisa disembuhkan.

“Bakteri TB ditularkan melalui droplet yang terinfeksi di udara. Begitu tetesan ini memasuki udara, siapa pun di dekatnya dapat menghirupnya. Seseorang penderita  TBC  dapat menularkan bakteri melalui bersin, batuk, berbicara, dan nyanyian,” Maxi Rein Rondonuwu.

Dalam penjelasannya, Maxi Rein Rondonuwu menyatakan bahwa seseorang dengan sistem kekebalan yang baik mungkin tidak mengalami gejala tuberkulosis (TB), bahkan jika mereka terinfeksi oleh bakteri penyebab TB. Ini dikenal sebagai infeksi TB laten atau tidak aktif. Maxi juga menekankan bahwa tidak semua penderita TB mengalami gejala muntah darah. Namun, jika seseorang mengalami batuk yang berlangsung terus menerus selama lebih dari 3 minggu, disarankan untuk memeriksakan diri ke rumah sakit.

Baca Juga: Jokowi Berani Tolak Usulan Luhut, Pengamat: Sepakat, Itu Bisa Merusak

Maxi Rein Rondonuwu juga memberikan informasi tentang statistik TB di Indonesia. Menurutnya, secara global terdapat sekitar 969.000 kasus baru TB setiap tahun di Indonesia, dengan tingkat kematian sebanyak 186.000 kasus per tahun. Indonesia menduduki peringkat kedua di dunia dalam hal jumlah kasus TB. Pemerintah berusaha untuk menurunkan angka kasus tersebut. Namun, baru sekitar 50-60% dari total kasus TB yang ditemukan, atau sekitar 500-600 ribu kasus.

Untuk meningkatkan deteksi kasus TB, pemerintah Indonesia telah menerapkan sistem pelaporan terintegrasi yang melibatkan puskesmas, klinik, dan rumah sakit. Jika pemerintah daerah tidak melaporkan kasus TB, mereka akan menghadapi penurunan Dana Alokasi Umum maupun Dana Alokasi Khusus yang bersumber dari APBN. Rumah sakit yang tidak melaporkan kasus TB akan menghadapi penurunan akreditasi dan dampak terkait dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

Pelaporan kasus TBC sekarang telah terintegrasi semoga partsisipasi semua pihak akan dapat mencapai target 85 % dapat mendeteksi pendertita TBC yang diperkirakan sekitar 969.000 kasus.  Pemerintahdalam hal ini kementerian Kesehatan  berharap media juga turut serta dalam mensosialisasikan TB.

Maxi Rein Rondonuwu menjelaskan bahwa strategi nasional untuk mengatasi TB telah ditetapkan melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 67 tahun 2021. Strategi ini melibatkan dukungan lintas sektor antara pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota. Tujuan strategi ini adalah memberikan akses pelayanan yang berkualitas dan berpihak pada pasien. Alat pendeteksi TB akan disediakan di setiap puskesmas di Indonesia. Sosialisasi juga akan dilakukan kepada masyarakat, dan upaya akan dilakukan untuk tidak hanya memvaksinasi balita tetapi juga orang dewasa. Hasil riset, terutama dalam hal alat pendeteksi, juga akan dimanfaatkan. Penderita TB yang sembuh akan diberdayakan untuk mensosialisasikan tentang TB. Relawan akan terus memantau agar penderita TB tetap konsisten dalam minum obat selama 6 bulan, dan jika tidak konsisten, pengobatan akan diulang dari awal.

Baca Juga: Tindak Pidana Perbankan dan Proses Peradilan di Indonesia

Menurut Emanuel Melkiades Laka Lena, seorang anggota Fraksi Partai Golkar, Tuberkulosis (TBC) adalah salah satu penyakit serius yang jumlah kasusnya kadang-kadang menduduki peringkat teratas di Indonesia. Secara massif, jumlah kasusnya mencapai sekitar 1 juta. TBC adalah penyakit yang tidak mudah dan tidak semua kasus dapat diobati. Terdapat sekitar 24.000 kasus yang resisten terhadap obat, di mana obat-obat yang sebelumnya efektif tidak lagi efektif. Oleh karena itu, diperlukan penguatan upaya penanggulangan secara massif.

Emanuel Melkiades Laka Lena menyatakan bahwa situasi ini menunjukkan perlunya tindakan pencegahan segera guna mengurangi jumlah kasus TBC di Indonesia. Sebagai respons terhadap hal tersebut, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 67 tahun 2021 yang mengatur langkah-langkah dalam penanggulangan TBC.

Promosi kesehatan dilakukan oleh Ikatan Dokter Indonesia (IDI), relawan, dan stakeholder lainnya dengan terus mengenalkan tujuan perubahan perilaku. Tujuannya adalah untuk menemukan penderita TBC dan menyembuhkannya sampai sembuh secara total (TOS), dengan menemukan dan mengobati kasus TBC. Penanganan TBC harus dilakukan melalui kerja sama antara berbagai pihak, termasuk kampus, sekolah, IDI, tokoh masyarakat, pemerintah, dan pihak terkait lainnya. Meskipun TBC telah menjadi masalah sejak masa kolonial hingga era milenial, tantangan tersebut belum dapat diatasi sepenuhnya. Oleh karena itu, perlu terus bekerja sama untuk mencapai penyelesaian masalah TBC di Indonesia.jr

Editor : Redaksi

Berita Terbaru