Pengamat Hukum: Jempol Buat Kejaksaan Berhasil Ungkap Kasus Jiwasraya-Asabri

JAKARTA (Realita) - Guru Besar fakultas Hukum Pidana Universitas Airlangga (Unair), Prof. Dr. Nur Basuki Minarno, S.H.,M.Hum mengapresiasi kinerja jaksa pidana khusus Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam membongkar dua kasus mega korupsi yang terjadi pada PT Asuransi Jiwasraya dan kasus dugaan korupsi PT ASABRI. 

"Saya sebagai akademisi memberikan acungan jempol kepada aparat kejaksaan dalam mengungkap 2 kasus besar di atas. Saya dapat membayangkan betapa kompleksitasnya untuk mengungkapkan kasus tersebut sampai berhasil melimpahkan kepersidangan dan hebatnya lagi oleh pengadilan dinyatakan terbukti bersalah," ungkap Prof. Dr. Nur Basuki Minarno, S.H.,M.Hum, Guru Besar fakultas Hukum Pidana Universitas Airlangga (Unair) dalam rilisnya yang diterima, Jumat (16/07/2021).

Baca Juga: Dugaan Korupsi BKKD Bojonegoro Sengaja Tak Lakukan Lelang, Kades Ngaku Takut Camat

Menurut Nur Basuki Minarno, keberhasilan jaksa pidsus Kejagung dalam menangani kasus PT Jiwasraya yang menurut penghitungan BPK negara dirugikan sebesar Rp 16,8 triliun, merupakan pekerjaan yang sangat luar biasa dan kompleks, berbeda dengan penanganan kasus korupsi karena Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang relatif sangat mudah pembuktian. 

"Tuntutan mereka pun sebagian besar dikabulkan majelis hakim. Itu artinya apa yang mereka ungkapkan dipersidangan sangat menyakinkan majelis hakim," lanjutnya.

Atas keberhasilan tersebut, guru besar fakultas hukum pidana Unair menilai ada keuangan negara yang sangat besar yang dapat diselamatkan oleh Kejaksaan Agung. 

"Itu prestasi yang boleh dibanggakan," tegasnya.

Kasus dugaan Korupsi PT Asuransi Jiwasraya, penyidik pidsus Kejagung menetapkan enam terdakwa bersalah. Keenamnya yakni Heru Hidayat (Komisaris Utama PT Trada Alam Minera), Benny Tjokrosaputro (Direktur Utama PT Hanson International Tbk), Joko Hartono Tirto (Direktur PT Maxima Integra), Hendrisman Rahim (mantan Dirut Jiwasraya), Hary Prasetyo, mantan Direktur Keuangan Jiwasraya dan mantan Kepala Divisi Investasi dan Keuangan Jiwasraya, Syahmirwan

Keenamnya dinyatakan terbukti bersalah melakukan korupsi hingga menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 16,807 triliun di kasus tersebut. Keenamnya tidak menerima dirinya divonis hakim tingkat pertama. Kemudiaan para terdakwa langsung mengajukan upaya banding di Pengadilan tinggi DKI Jakrta. 

 

Hasilnya hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta mengubah hukuman mantan Direktur Keuangan Jiwasraya Hary Prasetyo dan mantan Direktur Utama Jiwasraya Hendrisman Rahim menjadi 20 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 4 bulan. 

Hukuman terhadap Direktur PT Maxima Integra Joko Hartono Tirto dan mantan Kepala Divisi Investasi dan Keuangan Jiwasraya Syahmirwan turut dikurangi. Vonis penjara seumur hidup terhadap Joko dan Syahmirwan diubah oleh majelis hakim banding menjadi 18 tahun penjara ditambah denda Rp 1 miliar subsider 4 bulan kurungan. 

Sementara itu, untuk vonis Direktur Utama PT Hanson International Tbk Benny Tjokrosaputro dan Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Heru Hidayat, Hakim PT menguatkan putusan tingkat pertama yakni hukuman penjara seumur hidup. Selain itu, Benny tetap wajib membayar uang pengganti sejumlah Rp 6,078 triliun. Sementara itu, nominal uang pengganti yang wajib dibayarkan Heru sebesar Rp 10,73 triliun.

Baca Juga: Dugaan Korupsi, Kepala BPKAD Pemkab Bojonegoro Sebut Tanggung Jawab Kepala Desa

BONGKAR KASUS KORUPSI PT ASABRI

Cilegon dalam

Selain itu pengamat hukum pidana yang berhasil meraih Master dari Universitas Diponogoro (UNDIP) Semarang tahun l994 juga mengapresiasi, Jaksa Pidsus yang bermarkas di gedung bundar atas keberhasilannya dalam mengungkap kasus dugaan korupsi PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI) yang ditaksir negara mengalami kerugian sebesar Rp 22,78 triliun. 

"Sekali lagi saya selaku akademisi memberikan acungan jempol kepada aparat kejaksaan dalam mengungkap 2 kasus besar di atas. Saya dapat membayangkan betapa kompleksitasnya untuk mengungkapkan kasus tersebut sampai berhasil melimpahkan kepersidangan,"pungkas pria yang mengajukan orasi ilmiah saat meraih Guru Besar Unair yang berjudul Reinterpretasi Unsur Melawan Hukum dalam Tindak Pidana Korupsi. 

Dalam perkara ini, Kejagung menetapkan 9 tersangka. Mereka yakni Mayjen Purn Adam Rachmat Damiri selaku Dirut PT ASABRI periode tahun 2011 s/d Maret 2016, Letjen Purn Sonny Widjaja selaku Direktur Utama PT ASABRI (Persero) periode Maret 2016 s/d Juli 2020, Bachtiar Effendi selaku Mantan Direktur Keuangan PT ASABRI periode Oktober 2008-Juni 2014, Hari Setianto selaku Direktur PT. ASABRI (Persero) periode 2013 s/d 2014 dan 2015 s/d 2019, Ilham W Siregar selaku Kadiv Investasi PT ASABRI Juli 2012 s/d Januari 2017, Lukman Purnomosidi selaku Direktur Utama PT Prima Jaringan, Jimmy Sutopo selaku Direktur Jakarta Emiten Investor Relation, Benny Tjokrosaputro (Direktur PT Hanson Internasional) dan tersangka Heru Hidayat (Direktur PT Trada Alam Minera dan Direktur PT Maxima Integra)

Jika ditotal dari kedua kasus tersebut, negara mengalami kerugian sebesar Rp 39,587 Triliun.

 

Baca Juga: Gugat Kejagung dengan Surat Izin Palsu, Anggota DPR Ismail Thomas Ditahan

KEWENANGAN HAKIM

Sementara itu, menyingkapi sikap Kejagung terkait  putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang mengurangi hukuman Terdakwa Jaksa Pinangki Sirna Malasari dari 10 tahun menjadi 4 tahun penjara dalam kasus korupsi terkait kepengurusan fatwa di Mahkamah Agung (MA), dia berpendapat hal tersebut merupakan kewenangan majelis hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. 

"Yang saya ketahui jika putusan hakim kurang dari 2/3 tuntutannya, maka jaksa penuntut umum akan mengajukan upaya hukum. Dalam perkara Pinangki tersebut apakah jaksa penuntut umum akan mengajukan kasasi? Putusan pidana Pada Pengadilan Banding sama jumlahnya dengan tuntutan jaksa, sehingga tidak logis dan tidak beralasan untuk mengajukan upaya hukum kasasi dan lagi alasan untuk mengajukan kasasi syaratnya telah ditentukan secara limitatif sebagaimana Pasal 253 KUHAP,"ujarnya.

Menurutnya, dengan pidana 4, bukanlah pidana yang ringan. Tentunya jaksa penuntut umum mempunyai pertimbangan-pertimbangan tertentu sampai pada kesimpulan untuk menuntut pidananya 4 tahun penjara.

"Memang kasus jaksa Pinangki menjadi perhatian masyarakat, namun jika kita fair untuk memberikan penilaian atas kinerja aparat penegak hukum dalam penanganan kasus kasus korupsi besar, Kejaksaan Agung mempunyai kinerja yang sangat bagus,"pungkasnya. hrd

Editor : Redaksi

Berita Terbaru