SIDOARJO- Para pelaku usaha Kawasan LIK Trosobo, menolak ditariki retribusi oleh Pemprov Jatim. Pasalnya, mereka merasa telah membeli lahan di sana, meski sertifikatnya belum di tangan mereka hingga saat ini.
Salah satu pengusaha di sana, Lutfie mengatakan, bahwa pada awalnya, di tahun 1982, ayahnya diajak ke kawasan LIK ini untuk membuka usaha sepatu. Yang mengajak saat itu Departemen Perindustrian (saat ini Kementerian Perindustrian).
Baca Juga: Pelaku Usaha LIK Trosobo Keberatan Ditariki Retribusi
"Saat itu, kawasan di sini ya masih rawa-rawa gitu. Ayah saya yang awalnya buka usaha sepatu di kawasan Wedoro, karena diajak, akhirnya pindah ke sini. Jadi kita bangun dari nol,"kata Lutfi yang merupakan pengusaha sepatu.
Ia menambahkan, ayahnya saat itu, membayar cicilan bulanan untuk membeli kavling tanah yang mereka tempat untuk usaha.
"Pembayarannya ke Bank Dagang Negara. Ada juga pengusaha lain yang bayar ke BRI dan BNI. Dan itu berlangsung bertahun-tahun sampai pembayaran itu lunas. Dan anehnya, meski lunas, kami tak menerima sertifikat apapun sampai sekarang," tutur Lutfie.
Ia menandaskan, semua proses pembelian lahan itu resmi. Buktinya kami bayar PBB rutin atas lahan yang kami tempati, dan atas nama kami. Dan semua proses pembayaran tiap bulan itu ada buktinya semua kok,"ucap dia.
Singkat cerita, tiba-tiba di tahun 2006, pihak UPT LIK Lingkungan Industri Kecil Sidoarjo, seorang PNS bernama Aries Juhandoyo mendatangi pengusaha satu per satu, door to door.
Saat itu, mereka meminta pengusaha (pemilik bangunan) menandatangani surat pernyataan. Surat pernyataan tersebut menyatakan bahwa “Pemilik bangunan dari sertifikat hak pengelolaan nomer 1 menyatakan tidak keberatan sama sekali bila tanah yang kami tempati diproses peralihan hak dari Departemen Perindustrian menjadi Milik Pemerintah Propinsi Jawa Timur di Kantor Badan Pertahanan Kabupaten Sidoarjo”. Ketika itu pengusaha mendatangani surat tersebut karena telah dijanjikan secara lisan bahwa apabila dialihkan ke Pemprov Jatim, maka akan dibuat kan sertifikat tanah di LIK dipecah pecah atas nama pengusaha masing-masing.
"Namun faktanya, sertifikat tak kunjung keluar dan justru Pemprov yang punya sertifikat kepemilikan lahan di sini sehingga mereka sekarang merasa berhak menariki retribusi ke kami,"ucap Sugito, pelaku usaha yang lain di sana.
Pria yang piawai membuat jok motor ini mengungkapkan kejanggalan proses penandatanganan surat pengalihan kepemilikan lahan ke Pemprov.
"Kenapa harus dilakukan door to door, kenapa kami tidak dikumpulkan dalam forum untuk dijelaskan soal ini. Dan setahu saya, tidak semua pengusaha mau menandatangani surat itu, tapi tiba-tiba sertifikat kepemilikan lahan atas Pemprov Jatim sudah terbit. Ada apa ini?," tegas Gito.
Senada, Roy, pengusaha muda di kawasan ini mengimbuhkan, dirinya memiliki bukti surat permintaan pengalihan lahan oleh Pemprov kepada ayahnya.
Baca Juga: LIK Trosobo Sidoarjo Tenggelam, Pengusaha Industri Kecil Merugi
"Surat ini tertanggal Mei 2006 dan ayah saya meninggal pada November 2006. Jadi tak lama setelah menandatangani surat itu, ayah saya meninggal," kata Roy sambil memperlihatkan berkas bermaterai yang ditandatangani almarhum sang ayah.
Ia mengimbuhkan, ada juga surat permintaan pengalihan lahan ini yang cuma ditandatangani saja, tanpa materai.
"Bahkan ada surat yang tandatangan ternyata sudah lama meninggal. Ini ada apa?, " tanyanya heran.
Sedikit beda dengan Jack. Pengusaha yang satu ini memiliki permasalahan lebih pelik. Pasalnya ia membeli gudang di kawasan LIK dari tangan pertama tahun 1982, dalam hal ini ketua IWAPI, Sri Djoewaeni.
"Proses jual beli itu kami lakukan di kantor LIK. Parahnya, surat asli dari tangan I asli milik ibu Sri Djoewaeni diambil semua pihak UPT LIK Trosobo kalau tidak menyerahkan yang asli tidak bisa jual beli kata Pak Sosrin. Jadi saya nggak punya pegangan apa-apa karena fotokopi surat asli tidak diberikan karena seharusnya sebagai pengusaha memiliki berhak atas kepemilikan surat asli tersebut," tukasnya.
Di waktu yang sama, Salam, pengusaha yang lain menegaskan, dia sangat keberatan dengan retribusi itu. Bahkan ia sampai harus menjual motor untuk membayar retribusi tahun lalu.
"Awalnya saya melawan karena saya minta agar bukti pembayaran atas nama saya. Tapi pihak UPT tak mau dan terus ngotot kalau pembayaran ini resmi dan tiba-tiba saja punya saya disegel," tegas Salam.
Salam juga menegaskan, pihaknya tak pernah menandatangani permintaan pengalihan lahan oleh Pemprov Jatim.
"Saya tak pernah menandatangani surat itu sama sekali,"tegasnya.
Parahnya lagi, saat dipatok retribusi, justru kawasan LIK Trosobo kini banjir.
"Ini karena resapan air kini dibangun bangunan yang akan disewakan. Jadi sekarang di sini banjir. Bertahun-tahun nggak pernah banjir, sekarang ditariki retribusi malah banjir," tukas Salam.ys
Editor : Redaksi