Tolak RUU Pilkada, Mahkamah Konstitusi juga Bakal Didemo

JAKARTA - Direktur Eksekutif Lingkar Madani (Lima), Ray Rangkuti, mengatakan guru besar, akademisi hingga eks aktivis '98 akan demo terkait penolakan terhadap Revisi Undang-Undang Pilkada. Demo akan dilakukan di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat.

"Besok yang hadir itu adalah orang-orang yang telah tertera namanya di situ, nama-nama yang ada itu sudah kita konfirmasi," kata Ray kepada wartawan, Rabu (21/8/2024).

Baca Juga: Waspadai Capres Oligarki, Rela Bayar Berapapun demi Kuasai Indonesia

Berdasarkan undangan liputan aksi yang diterima detikcom, demo akan dilakukan di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Kamis (22/8) pukul 10.00. Tokoh-tokoh yang hadir dalam undangan itu di antaranya Ray Rangkuti, pendiri Saiful Mujani Research And Consulting (SMRC) Saiful Mujani, sejumlah guru besar, pakar hukum, akademisi hingga aktivis '98.

Ray mengungkap alasan demo dilakukan di MK. Sebab, kata dia, sejumlah pihak juga akan melakukan demo di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta.

"Itu sebelumnya semacam pernyataan perlawanan terhadap rapat paripurna DPR yang akan dibacakan besok, sebetulnya ingin kita langsung menyerahkan draft gugatan uji materi ke MK, cuma kan secara teknis tentu saja sulit dilakukan belum ada nomor dan UU kan. Cuma sebagai pernyataan perlawanan makanya di Mahmkamah Konstitusi," tutur eks Aktivis '98 itu.

Ray mengajak masyarakat untuk mengikuti aksi penolakan terhadap RUU Pilkada besok. Mereka bisa datang ke MK atau ke DPR.

"Yang di DPR ya Partai Buruh dan berbagai elemen masyarakat, karena kalau dilihat dari berbagai medsos banyak sekali kelihatan yang ingin terlibat, mereka ini ke MK atau ke DPR," tutur dia.

Baca Juga: Webinar P3S: Rizal Ramli Berpotensi Dipilih Rakyat dan Dekat dengan Semua Partai

Prof Saiful Mujani juga menjelaskan terkait aksi besok. Dia mengatakan putusan MK terkait Pilkada harus ditaati.

Cilegon dalam

"Secara formal, menurut UUD keputusan yang dibuat MK apapun substansinya harus ditaati. Secara substantif, keputusan MK terkait dengan penurunan threshold partai untuk bisa mencalonkan pasangan calon kepala daerah benar dari perspektif demokrasi dan upaya menciptakan pemerintahan yang baik," tutur dia.

Saiful mengatakan putusan MK mencegah hilangnya hak rakyat untuk memilih minimal 2 calon dalam Pilkada. Putusan MK itu, kata dia, juga mencegah adanya koalisi gemuk.

"Keputusan MK itu mencegah koalisi gemuk yang menghilangkan kontestasi antara calon. Adanya kontestasi ini membuat rakyat bisa menilai mana yang lebih baik di antara calon," tuturnya.

Baca Juga: Anggota DPD Didesak Suarakan Undang-Undang yang Sensitif

Dia menambahkan keputusan MK juga mencegah lahirnya calon melawan kotak kosong dalam Pilkada. Karena itu, kata dia, rakyat harus membela MK dan melawan.

"Keputusan MK itu mencegah lahirnya seorang calon melawan kotak kosong, mencegah calon melawan calon boneka, mencegah politik kartel. Politik kartel tak mengenal kontestasi, semua kolusi, diatur oleh yang paling berkuasa. Kartel dibuat untuk penguasa tunggal, dan tidak ada kontrol. Keputusan MK itu menegakkan demokrasi. Keputusan MK yang benar ini secara inkonstitusional ditolak DPR. Saya dan banyak warga yang lain harus membela MK. Kami bersama MK melawan kekuasaan berbasis kartel itu," tutur dia.ik

 

Editor : Redaksi

Berita Terbaru