JAKARTA (Realita)- Indonesia Police Watch (IPW) mengekecam tindakan keji penyidik Satreskrim Polres Kutai Barat, yang melanggar hak asasi manusia dengan memaksa mengambil sidik jari sebagai pengganti tanda tangan Isran Kuis, seorang tokoh masyarakat warga Desa Tering Seberang, Kutai Barat (Kubar) yang tengah sakit keras dan tidak sadarkan diri dirumahnya, usai ditetapkan tersangka dalam perkara penggelapan senilai Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) yang diduga direkayasa atas “pesanan” JDHS, manager operasional PT. ISM, perusahaan kontraktor tambang batubara diduga memiliki motif ingin menguasai uang kurang bayar yang menjadi kewajiban perusahaan kepada Isran Kuis sebesar Rp. 5.056.730.000,- (lima milyar lima puluh enam juta, tujuh ratus tiga puluh ribu).
Semula kedua penyidik datang ke rumah Isran Kuis bertujuan untuk membuat BAP tambahan. Karena sakit, isi hasil pemeriksaan hanya memuat keterangan tersangka dalam keadaan sakit, tidak dapat dimintakan keterangan, penyidik memaksa meminta tandatangan, lantaran tengah tidak sadarkan diri, lalu tangan Isran Kuis ditarik untuk diambil sidik jarinya.
Baca Juga: Bagian Kedua Catatan Akhir Tahun 2024, IPW: Polri Belum Serius Lakukan Penindakan Anggota
“IPW menyampaikan pengaduan ke Kadiv Propam Mabes Polri tentang dugaan penyalahgunaan wewenang dan/atau merekayasa dan memanipulasi perkara yang menjadi tanggungjawabnya dalam rangka penegakan hukum yang diduga untuk kepentingan mendukung praktek mafia tanah, yang diduga dilakukan oleh Penyidik Sat Reskrim Polres Kutai Barat. Hal ini melanggar Peraturan Kapolri Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Kepolisian RI, Paragraf 2, Etika Kelembagaan, Pasal 10, (1), yang diduga dilakukan oleh Penyidik Sat Reskrim Polres Kutai Barat," ujar Sugeng Teguh Santoso Ketua IPW kepada wartawan di Jakarta (31/1/2025).
Setelah menyerahkan pengaduan masyarakat terkait penyalahgunaan penyidik Polres Kutai Barat ke Kadiv Propam Mabes Polri, sembari memperlihatkan surat dan bukti video," tambahnya.
*Rekayasa Kasus dan Penyalahgunaan Wewenang*
Kasusnya sendiri menurut Sugeng Teguh Santoso berawal ketika pada bulan Oktober 2021, terdapat permintaan kerjasama dalam kegiatan pembebasan tanah oleh pihak PT. ISM melalui manager operasional, JDHS kepada Isran Kuis, seorang tokoh masyarakat yang berpengaruh di Kubar. PT. ISM menyadari sepenuhnya untuk membebaskan tanah di wilayah masyarakat adat Kutai Barat tidaklah mudah, mengingat resistensi sosialnya yang tinggi dengan alasan itulah PT ISM membutuhkan pegaruh dan figure tokoh masyarakat berpengaruh seperti Isran Kuis untuk 'diperalat' guna memuluskan proses pembelian lahan.
Selanjutnya dibuatlah Kesepakatan Kerjasama dalam pembebasan tanah, antara Isran Kuis dengan PT. ISM di hadapan Maria Olympia Bercelona Djoka, SH, M. Kn dan Ivana Victorya Kamaluddin, S.H, M.Kn di Kota Kubar, Provinsi Kalimantan Timur, Notaris yang ditunjuk oleh JDHS yang pada pokoknya Isran Kuis sebagai pihak yang akan terlebih dahulu melakukan pembebasan lahan milik masyarakat. Baru dijual kembali oleh Isran Kuis kepada PT. ISM dengan harga Rp. 30.000,- per meter persegi. Irsan Kuis sudah menuangkannya dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) tanggal 26 April 2023, 27 Nopember 2023, 1 Desember 2023, 4 Desember 2023, 27 Juni 2024, 09 Agustus 2024. Akan tetapi keterangan mengenai Isran Kuis telah bersepakat dengan PT. ISM sebesar Rp. 30 ribu per m2 lenyap dari BAP tanggal 13 Agustus 2024. Mengetahui keterangan penting ayahnya Isran Kuis dalam BAP dihilangkan, Romi yang ikut mendampingi pemeriksaan ayahnya menyampaikan protes kepada penyidik. Namun penyidik acuh tak acuh, tidak menggubris protes Romi.
Diduga berkas BAP tanggal 13 Agustus 2024 inilah yang dipakai penyidik ketika meminta pendapat ahli pidana. Pada tanggal 27 Desember 2024, Isran Kuis ditetapkan tersangka oleh penyidik.
Berdasarkan kesepakatan tersebut pada akhir 2021 dan 2022, Isran Kuis membeli tanah lahan milik Susinta Yuliana, Edi Hartono, Agus Herianto, Helen Pariani, Rusdi, Artian dan Suriati di Kec. Tering, Kab. Kubar, dengan total seluas 251.891 m2. Lalu dijual kembali kepada PT. ISM dengan nilai seluruhnya sebesar Rp. 7.556.730.000, -(tujuh milyar lima ratus lima puluh enam ribu tujuh ratus tiga puluh rupiah). Namun JDHS baru membayar sebesar Rp. 1.591.500.000,- (satu milyar lima ratus sembilan satu juta lima ratus ribu rupiah). Sehingga JDH kurang bayar sebesar Rp. 5.056.730.000,- (lima milyar lima puluh enam juta, tujuh ratus tiga puluh ribu) kepada Isran Kuis.
Diduga atas perintah JDHS, Maria Olympia Bercelona Djoka, SH, M. Kn dan Ivana Victorya Kamaluddin, S.H, M.Kn selaku notaris tidak pernah memberikan salinan akte Kesepakatan Bersama kepada Sdr. Isran Kuis selaku pihak dalam Kesepakatan Bersama termaksud, sesuai perintah Pasal 16 ayat (1) huruf d Undang-Undang No. 2 tentang Jabatan Notaris. Meskipun pada tanggl 22 Agustus 2022 telah diminta melalui surat oleh kuasa hukumnya Widi Seno, SH dari Kantor Hukum Adv. Widi Aseno, SH & Associate.
“Permasalahan mulai muncul ketika JDHS menolak membayar sisa kewajiban sebesar Rp. 5.056.730.000,- (lima milyar lima puluh enam juta, tujuh ratus tiga puluh ribu) kepada Isran Kuis atas pembebasan tanah 251.891 m2. Diduga JDH ingin menguasai sisa kewajiban PT. ISM kurang bayar sebesar Rp. 5.056.730.000,- (lima milyar lima puluh enam juta, tujuh ratus tiga puluh ribu) dibalik rekayasa kasus di Polres Kubar,“ tukasnya.
Baca Juga: Catatan Akhir Tahun 2024 IPW, Polisi Bunuh Diri Meningkat Tiga Kali Lipat
Dari sini awal timbulnya ide kriminalisasi terhadap Isran Muis. Selanjutnya DHJ diduga memerintahkan H selaku admin keuangan PT. ISM disuruh membuat Laporan Ke Polres Kutai Barat dengan Nomor: LP-B/131/X/2023/SPK/KALTIM/RES KUBAR tertanggal 23 Oktober 2023, dengan persangkaan Penggelapan sebagaimana diatur dalam Pasal 372.
Pada tanggal 23 Oktober 2023 laporan Nomor: LP-B/131/X/2023/SPK/KALTIM/RES KUBAR tertanggal 23 Oktober 2023 langsung ditingkatkan ke tahap penyidikan, sebagaimana Surat Perintah Penyidikan Nomor: SP.Sidik/153/X/RES.111/2023/Reskrim, tanpa melalui TAHAPAN PENYELDIKAN terlebih dahulu. Pada tanggal 23 Oktober 2024 kembali diterbitkan Surat Perintah Penyidikan Nomor: SP.Sidik/266/X/RES.111/2023/Reskrim dan berdasarkan Gelar Perkara di Dirkrimum Polda Kaltim tanggal 16 Desember 2024, dikeluarkan Surat Ketetapan tentang Penetapan Tersangka Nomor:S.Tap/211/XII/RES.1.11/2024/Reskrim tanggal 17 Desember 2024, dengan tersangka atas nama,Isran Kuis Bin Arsan.
Menurut IPW, penetapan tersangka terhadap Tersangka atas nama, Isran Kuis merupakan unprofesional conduct dan penyalahgunaan wewenang, dengan alasan hukum: (1) Tuduhan terhadap Isran Kuis telah menggelapkan uang sebesar Rp. 500 juta adalah tidak benar dan tidak berdasar.
Hasil penelitian IPW, tuduhan penggelapan kepada Isran Kuis senilai Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) yang dilaporkan H tidak benar. Justeru PT. ISM yang masih kurang bayar sebesar Rp. 5.056.730.000,- (lima milyar lima puluh enam juta, tujuh ratus tiga puluh ribu) kepada Isran Kuis. (2) Penyidik tidak menjalankan kewajiban profesionalitasnya dengan tidak menyita bukti pembayaran yang dikeluarkan oleh PT. ISM kepada Isran Kuis untuk membebaskan tanah seluas total seluas 251.891 m2. (3) Notaris Maria Olympia Bercelona Djoka, S.H, M. Kn dan Ivana Victorya Kamaluddin, SH, M.Kn yang membuat akte kesepakatan jual beli tanah antara Isran Kuis dengan PT. ISM tidak pernah atau belum pernah diperiksa penyidik sebagai saksi guna membuat terangnya perkara yang dipersangkakan.
Tindakan PT. ISM tidak berhenti sampai disitu. Tanah seluas 13,8 hektar yang dibeli oleh Romi selaku anak Isran Kuis, dari Jainuddin, Soriono, Nyompe, Hasanudin, Daniel, Namih, Kinsin, dan Honcen pada 23 Oktober 2022 dengan nilai keseluruhan sebesar Rp. 885.090.000,- Namun pada tanggal 19 Maret 2024, tanah yang sudah dijual kepada Isran Kuis seluas 13,8 hektar itu tiba-tiba didalilkan sudah dibeli PT. ISM dari Jainuddin, Soriono, Nyompe, Hasanudin, Daniel, Namih, Kinsin, dan Honcen.
Baca Juga: IPW Apresiasi Kapolri Wujudkan Asta Cita ke-7 Presiden Prabowo
IPW meminta perhatian Kapolri dan Kadiv Propam Mabes Polri secara khusus, mengingat kasus yang dialami oleh Isran Kuis ini merupakan fenomena gunung es. Yang terjadi di bawah permukaan jauh lebih besar ketimbang yang sudah muncul ke permukaan" ungkapnya.
PT. ISM dalam hal ini JDHS bersama-sama Kepala Kampung Kelian Dalam Kubar, juga pernah dilaporkan oleh Suryadi yang menjadi korban penipuan dan pemalsuan SPPAT terkait lahan tanah miliknya ke Polres Kutai Barat, namun hingga kini tidak ditangani penyidik dengan sebagaimana mestinya.
“Mengingat banyaknya pengaduan yang masuk ke IPW terkait praktek mafia tanah yang merugikan rakyat di Kubar yang melibatkan PT. ISM dalam hal ini JDHS dan Polres Kubar," ucapnya.
IPW akan membuat “Kotak Pengaduan Korban Mafia Tanah PT. ISM di Kubar kepada seluruh masyarakat Kutai Barat yang telah menjadi korban agar segera menyampaikan laporan ke IPW,“ ujar Sugeng lagi.
IPW berkeyakinan Penyidik Polres Kubar dikualifisir melanggar Peraturan Kapolri Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Kepolisian RI, Paragraf 2, Etika Kelembagaan, Pasal 10, (1) Setiap Pejabat Polri dalam Etika Kelembagaan dilarang a. melakukan perbuatan yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan/atau standar operasional prosedur, meliputi 1. penegakan hukum, huruf c. merekayasa dan memanipulasi perkara yang menjadi tanggungjawabnya dalam rangka penegakan hukum. (tom)
Editor : Redaksi