LAMONGAN (Realita) - Sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang menamakan Gerakan Amanat Rakyat untuk Demokrasi dan Advokasi (Garuda) menyoal terkait pelaksanaan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) di Desa Sugihwaras, Kecamatan Deket, Kabupaten Lamongan.
Hal itu disampaikan Ketua LSM Garuda, Afan Zakaria, yang menduga terjadi Pungutan Liar (Pungli) dalam pelaksanaan program sertifikat tanah massal di desa tersebut, dengan nominal jutaan rupiah.
Baca Juga: Dugaan Pungli PTSL Lumajang, Jaksa Hadirkan Mantan Camat Sumbersuko
"Ada 188 titik lokasi tanah di Desa Sugihwaras yang terdaftar PTSL melalui lintas sektoral," kata Afan Zakaria, Rabu (31/07/2024).
"Masing-masing pemohon dikenakan biaya antara 1 juta hingga 2 juta rupiah dan tidak melihat luasan bidang, besar kecil dipukul rata. Sedangkan dalam aturan PTSL adalah gratis, atau di wilayah Jawa-Bali batas maksimal hanya 150 ribu rupiah. Pengecualian apabila diperlukan biaya tambahan yang dibebankan pada pemohon, " lanjutnya.
Baca Juga: ATR BPN Himbau Segera Daftarkan Tanah Wakaf melalui Program PTSL
Lebih lanjut, Afan menjelaskan pendaftar PTSL di Desa Sugihwaras terverifikasi sebanyak 168 lokasi tanah pada tahun 2018 saat kepemimpinan Kepala Desa, (Alm.). Kemudian pada tahun 2022 kembali dilakukan sosialisasi, setelah proses terhenti lantaran Kepala Desa meninggal dunia.
"Sosialisasi saat itu dihadiri beberapa tokoh masyarakat, RT, RW, LPM, BPD dan perangkat desa. Akan tetapi pada saat itu tidak ada sosialisasi biaya, tidak ada pembentukan kepanitiaan atau pokmas. Setelah Sosialisasi yang dihadiri dari pihak Dinas Perikanan untuk akurasi data luas tanah, sudah tidak ada kabar perkembangan, baik pengukuran /pemotretan dilakukan dengan tidak melibatkan pemohon, sehingga banyak yang kurang tahu dan menjadikan masyarakat kecewa, " paparnya.
Selanjutnya, masih menurut Afan, pada tanggal 18 Desember 2023 dengan jarak satu minggu sebelum sertifikat selesai / diterima pemohon, tiba -tiba pemohon PTSL diundang Kepala Desa Sugihwaras, Ilham Sujiono, yang menyampaikan harus membayar 1 juta rupiah bagi yang lahan sendiri, lalu 1,5 juta rupiah bagi tanah jual beli datam satu warga desa dan 2 juta rupiah bagi tanah jual beli bukan dalam satu warga desa. Itupun dilaksanakan tanpa ada pokmas dan tidak ada berita acara, notulen. Bahkan yang lebih ironis dengan melakukan intimidasi apabila tidak membayar 1 juta rupiah, maka disuruh mengurus sendiri, tanpa melihat luas tanah semua dipukul rata, " terusnya.
Afan mengaku sudah mangadukan hal tersebut ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Lamongan pada tanggal 22 Juli 2024 lalu. "Kita tunggu saja, langkah hukum yang akan dilakukan pihak Kejari, " tandasnya.Def
Editor : Redaksi