SURABAYA (Realita)- Untuk kali pertama, Kejaksaan Tinggi (Kajati) Jatim menghentikan penuntutan bagi Tersangka penyalahgunaan narkoba yang dalam hal ini disebut korban. Tersangka P yang secara administrasi dinyatakan layak untuk dihentikan penuntutannya melalui program Restoratif Justice.
“ Tersangka hanya sebagai penyalahguna narkoba untuk diri sendiri, dan Tersangka ini ada ketergantungan untuk pemakaian narkoba,” ujar Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Jatim Mia Amiati yang mengantarkan langsung tersangka ke rumah sakit Menur Surabaya, tempat Tersangka menjalani rehabilitasi, Kamis (4/8/2022).
Baca Juga: Kajati Jatim Mia Amiati Sampaikan Amanat Jaksa Agung RI Pada Upacara HBA ke-64 Tahun
Mia menjelaskan, ada berbagai pertimbangan yang membuat Jaksa Agung Muda (Jampidum) pada Kejaksaan Agung menyetujui RJ Tersangka yang diajukan Kejaksaan Negeri (Kejari) Trenggalek. Diantaranya adalah Tersangka tidak berperan sebagai produsen, bandar, pengedar dan kurir terkait jaringan gelap narkotika. Tersangka juga bukan residivis kasus narkotika dan tidak pernah terdaftar dalam status Daftar Pencarian Orang (DPO).
“ Selain itu, barang bukti yang sedang dihisap tersangka bersama temannya adalah milik Tersangka yang perkaranya dipisah. Orang tua Tersangka juga menyetujui agar terhadap Tersangka dilakukan rehabilitasi dan apabila setelah selesai melaksanakan rehabilitasi,” ujarnya.
Adapun alasan rumah sakit menur Surabaya yang dijadikan tempat rehabilitasi adalah karena di wilayah hukum Trenggalek belum ada pusat therapy dan rehabilitasi yang dibentuk atas kerjasama antara Kejaksaan dan pemerintah daerah.
Tersangka selama masa rehabilitasi di pusat therapy dan rehabilitasi napza mitra Adhyaksa Pemprov Jawa Timur ini untuk mengatasi ketergantungan napza dengan pendekatan multi aspek yang merupakan pusat terapi one stop center dengan metode penanganan pasien.
“ Jadi program rehabilitasi ini dilakukan selama tiga bulan ke depan, apabila dalam waktu tiga bulan Tersangka sudah dianggap cukup masa perawatannya maka akan dipulangkan. Namun, apabila dalam waktu tiga bulan Tersangka pulang atau tidak bersedia menjalani program rehabilitasi maka proses pidananya yang akan jalan (dilanjutkan penuntutan di persidangan),” beber Kajati.
Baca Juga: Kejati Jatim Terus Dalami Dugaan Korupsi Rp 167 Triliun di PT INKA Madiun
Sementara Direktur Rumah Sakit Menur Surabaya Drg Dewi Fitria mengatakan, perawatan yang dilakukan selama rehabilitasi adalah dengan menjalankan program non farmakologi (psikologi, sosial, spiritual) dan juga detoksifikasi.
“ Jika itu sudah dilakukan semua, maka selanjutnya akan dilakukan pengenalan lingkungan agar psikososialnya menjadi lebih baik,” ujarnya.
Perlu diketahui, Jaksa Agung Burhanuddin telah mengeluarkan dan menetapkan Pedoman Nomor 18 Tahun 2021 tentang Penyelesaian Penanganan Perkara Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika Melalui Rehabilitasi dengan Pendekatan Keadilan Restoratif Sebagai Pelaksanaan Asas Dominus Litis Jaksa.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung (Kapuspenkum Kejagung), Leonard Eben Ezer Simanjuntak beberapa waktu silam menyampaikan, pedoman pelaksanaan restorative justice penyalahgunaan narkotika ini berlaku sejak 1 November 2021.
Baca Juga: Sepanjang Januari-Juni 2024, Kejati Jatim Hukum 5 Jaksa yang Langgar Kode Etik, 1 Dipecat
Pedomen Nomor 18 Tahun 2021 ini, lanjut Leo, adalah menjadi acuan bagi penuntut umum guna optimalisasi penyelesaian penanganan perkara tindak pidana penyalahgunaan narkotika melalui rehabilitasi dengan pendekatan keadilan restoratif sebagai pelaksanaan asas dominus litis Jaksa.
Sedangkan tujuan dari ditetapkannya pedoman tersebut ditujukan untuk optimalisasi penyelesaian penanganan perkara tindak pidana penyalahgunaan narkotika melalui rehabilitasi dengan pendekatan keadilan restoratif sebagai pelaksanaan asas dominus litis Jaksa, sebagai pengendali perkara.
Leo menjelaskan, perbitan pedoman penerapan restoratif justice perkara penyalahgunaan narkoba tersebut dilatarbelakangi dan memperhatikan sistem peradilan pidana saat ini cenderung punitif. Ini tercermin dari jumlah penghuni lembaga pemasyarakatan yang melebihi kapasitas (overcrowding) dan sebagian besar merupakan narapidana tindak pidana narkotika.ys
Editor : Redaksi