Predikat WTP Jadi Ajang Cari Uang Oknum BPK

JAKARTA (Realita)- Predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) ternyata jadi ajang cari uang bagi oknum di tubuh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang selama ini dinilai bersih.

Niat buruk muncul lantaran ada peluang. Posisi ini pula yang menyebabkan kepala daerah kerap terjebak atas hasil audit BPK yang memunculkan temuan atau kejanggalan. 

Baca Juga: Direktur P3S:  Pengangkatan 127 ASN di Minut Sudah Prosedural, Jangan Jadikan Komoditas Politik

Akhirnya, untuk meghindari temuan itu, kepala daerah dan birokrat melakukan pengkondisian. Hasil audit seperti LKPD Pemkab Bogor tahun anggaran 2021 coba diutak-atik.

Fatalnya Bupati Bogor Ade Yasin terlilit dalam muara ini hingga terandung dalam operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Ada semacam barter, ada unsur suap. Ade Yasin jadi salah satu bukti nyata dalam kasus-kasus seperti ini. Kita tunggu saja arah KPK," terang Direktur Political and Public Policy Studies (P3S) Jerry Massie, Jumat (29 April 2022).

Akhirnya, sambung Jerry, memunculkan kesan mayoritas WTP dinilai berbau suap. Dan ini seperti kebiasaan, hal lazim dimainkan.

Apalagi WTP merupakan predikat yang menunjukan hasil kerja baik bagi Pemda khususnya kepala daerah. 

”Pemberian predikatnya bagus, tapi pola yang dimainkan oknum-oknum BPK itu yang mebentuk opini publik, bahwa BKP tidak bersih-bersih amat,” terang Jerry Massie.

Wajar jika muncul desakan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI maupun BPK di daerah dibubarkan.

”Sebetulnya bukan BPK yang perlu dibubarkan. Apalagi keberadaan lembaga ini sudah lama. Tapi tabiat suapnya yang jelek. Tidak semua, kotor lho,” imbuh Jerry Massie. 

Jadi, sambung dia, pimpinan BPK juga harus jeli melihat kondisi dan konditi saat ini. 

”Harus pintar-pintar mencari orang, apalagi mencari orangh bersih, jujur dan berintegritas di dalamnya,” imbuh Jerry. 

Dengan terlibatnya oknum BPK, lanjut Jerry, tentu menjadi pukulan bagi pimpinan khususnya citra lembaga tersebut. 

”Jelas sekali ini pukulan. Apalagi buat BPK yang katanya tidak kompromi dengan koruptor, tapi ternayata laporan keuangan jadi ajang manupulasi dan mencari keuntungan,” bebernya. 

Baca Juga: Pemerintahan Prabowo Diminta Tak Pakai Jasa Buzzer dan Influencer

 

Cilegon dalam

Ditambahkanya, bukan saja kasus Bupati Bogor Ade Yasin tapi di Riau, Sumatera Utara yang Gubernurnya tersangka koruptor tapi laporan keuangan dua provinsi ini masuk kategori WTP. 

”Sebetulnya banyak laporan sudah tak wajar tapi dibuat wajar,” imbuh Jerry. 

Ia berharap untuk penghargaan seperti ini, sementara dibekukan saja. 

”Barangkali kalau mau jujur paling hanya 5 persen atau 10 persen yang laporan keuangannya baik. Tapi semua ini bisa direkayasa dengan  menyuap oknum BPK,” tandasnya. 

Kalau BPK mau jujur banyak barangkali laporan keuangan yang amburadul baik itu makan-minum (MaMi), TL (Tugas Luar), pengadaan barang dan jasa sampai dana Silpa.

”Agar BPK menjadi lembaga yang bersih maka perlu melibatkan KPK di dalam laporan keuangan setiap daerah,” pungkas Jerry.

Baca Juga: Airlangga Mundur, Pengamat: Jokowi dan Gibran Berpeluang Jadi Ketum jika AD/ART Diubah

Ade Yasin tidak bisa tertidur pulas malam ini setelah terjerat OTT KPK yang menyeret 11 koleganya pada Selasa 26 April 2022 hingga Rabu 27 April .

”KPK akan bersikap profesional dalam penanganan perkara Ade Yasin yang kini tersangkut perkara suap,” terang Ali Fikri.

Selain Ade Yasin yang kini masih bertastus Bupati Bogor, KPK juga menangkap 11 orang yang diduga terlibat dalam kasus itu.

Mereka merupakan pejabat dan aparatur sipil negara (ASN) Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor. ”Ada juga dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Jawa Barat,” ungkapnya.

Ali Fikri juga menyebut Ade Yasin bersama 11 tersangka lainnya, terlibat kasus suap laporan keuangan Pemkab Bogor.

Dalam OTT, KPK menemukan uang dalam pecahan rupiah yang jumlahnya hingga kini masih dihitung dan dikonfirmasi kembali kepada pihak-pihak yang ditangkap.jr

Editor : Redaksi

Berita Terbaru